JAKARTA, MATAPELAJAR – Koalisi Anti Utang (KAU) menolak kebijakan pemerintah soal utang baru. Pernyataan ini dinyatakan setelah siaran pers KAU sebagai respon atas sosialisasi pengadaan utang baru di Yogjakarta (27/7).
Utang sebesar 500 juta dollar AS dari Asian Deve-lopment Bank (ADB) terse-but akan digunakan untuk membangun jalan lintas selatan Jawa (1700 km), Kalimantan Barat (1300 km) dan Kalimantan Timur (600 km).Menurut Staf Peneliti KAU, Irvan Ali Fauzi, penambahan utang baru itu akan penambahan beban utang dan tergadainya kedaulatan ekonomi nasional. “Tahun 2008 saja, utang yang ditanggung rakyat Indonesia sebesar 7 juta perorang. Itu dulu, sekarang tambah lagi. Walau tidak terlalu signifikan, tetap saja utang baru ini akan membebani rakyat”. jelasnya di kantor KAU Mampang Prapatan Jakarta Selatan.
Lanjut Irvan, kegiatan sosialisasi ini juga merupakan bagian dari bantuan teknis (technical assistance) dari ADB lewat Preparing the Regional Roads Development Project (RRDP) sebesar 1,3 juta dollar AS dengan Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM sebagai penanggung jawab tim sosialisasinya.
Intervensi
Utang tersebut juga mengharuskan pemerintah untuk membuat Indonesia Infrastructure Financing Facility (IIFF) yang di dalamnya juga didanai oleh ADB dan Bank Dunia masing-masing sebesar 100 juta dollar AS.
Keterlibatan ADB melalui utang program dan utang proyek dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia tidak terlepas dari kepentingan negara maju pemegang saham terbesar ADB dan korporasi internasional.
Kebijakan infrastruktur yang lebih ramah terhadap investor jelas akan menguntungkan sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur. Disisi lain pemerintah akan semakin terbebani dengan tambahan utang baru. Sedangkan bagi masyarakat menurut ADB sendiri, dampak yang akan terjadi adalah: penggusuran masyarakat adat, pengambilalihan lahan, konflik lahan, penggusuran rumah/tempat tinggal, sumber ekonomi dan lahan pertanian/perkebunan, meningkatnya traficking dan HIV/Aids, dan turunnya pendapatan bagi transportasi sungai.
Harus Realistis
Pernyataan serupa dilontarkan International NGO forum on Indonesian Development (INFID). Walau belum sampai ke tahap lebih jauh, secara tegas INFID menolak sepenuhnya soal utang baru ini dan dalam waktu dekat ini akan mengajukan komplain ke pemerintah dan memberi saran ke ADB yang dalam megaproyek kali ini cukup diuntungkan.
”INFID menolak 100% utang baru ini. Selain menambah beban baru bagi negara, megaproyek ini memang tidak realistis. Banyak kepentingan lain selain sekedar berinvestasi sekitar infrastruktur. Jepang, bagian dari aktor proyek ini juga mengincar pantai, laut, tambang yang ada di jalur selatan jawa.” tutur Wahyu Susilo.
”Jika memang mau ada akses yang cepat dan hemat untuk selatan jawa misalnya, kenapa tidak mengadakan proyek kereta api saja. Selain biaya lebih murah, perawatan lebih mudah, tidak perlu sampai menggusur lahan baru. Lebih realistis dan berpihak apalagi posisi Indonesia masih berada di tengah krisis.” kata Kepala Divisi Advokasi dan Jaringan INFID itu di Jakarta. boy
(Tulisan ini dibuat sebagai simulasi jurnalistik bersama harian Kompas dan Parmagz pada 27-30 Juli 2009)