hari sabtu

3 min read

terutama Patar a.k.a Patrick jaman purbakala nan banyak bulunya. Tapi rangkaian kesialan yang menimpa Saya membuat Squidward menjadi lebih representatif) sudah merencanakan liburan ke Rawa Pening dan Gedong Songo, sekitar 60-80 kilometer dari Bikini Bottom. Saya sudah packing baju, handuk, sabun muka, moisturizer, bahkan nitip tenda dan sleeping bed sama Kin2x dan menyiapkan lensa kamera analog karena berencana untuk belajar motret di sana. Lalu Saya menuju ruang EQ dengan penuh semangat membara. Sampai di sana ternyata baru ada Mas Wiwiw. Kami ngobrol ngalor-ngidul sembari menunggu yang lain datang. Sampai akhirnya Kin2x, Mas Seqa, Mba Ayu, Mas Pras, Mas Jo, India (Wana), Gaby, dan pimred tercinta (note the sarcasm!) mas Will datang. Namun tiba-tiba handphone berbunya; sebuah sms masuk. Ternyata dari Mr. Krab (baca: Bapak), “Squidwarddd!!! (baca: “Ke Ambarawa naik apa? Kalau naik motor tidak boleh”)

zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz…………………………………………………….

Saya amat sangat nggonduk -entah apa bahasa Indonesianya- ketika membaca sms ini. Menurut Saya alasannya terlalu absurd. Apalagi jika mengingat Mr. Krab dulu semasa kuliah juga sering bolak-balik Jogja-Temanggung dengan menggunakan sepeda motor. Ya memang jam berangkatnya cukup gila yaitu hampir tengah malam dan kesannya memang berbahaya. Tapi tetap saja… what the hell…

Remuk sudah angan-angan bersenang-senang di ambarawa; sirna kalau mau lebih puitis. Kali ini yang ada hanya rasa dongkol dan rasa jengkel yang luar biasa. Kawan-kawan di ruang EQ terus menghibur dan membujuk Saya di ruang EQ. Jadi bingung mau nurut Mr. Krab atau tetap berangkat saja. Pada akhirnya Saya memilih untuk tidak jadi ke Ambarawa. Afuuuu!! Tapi tidak apa lah. Saya waktu itu sedang tidak mood untuk mencari perkara dengan Mr. Krab karena pasti suasana di rumah akan tidak enak untuk berminggu-minggu berikutnya. Mr. Krab memang galak. Tempramental pula. Pernah Saya melakukan kesalahan besar (tapi sudah lupa apa) dan Mr. Krab tidak berbicara dengan Saya selama berhari-hari. Lebih dari seminggu malah sepertinya. Lagian pasti keadaan finansial Saya kering kalau berantem dengan beliau karena kalau mau minta uang untuk ini-itu jadi tidak enak.

Sedikit menjaga gengsi (yo iyo lah!) Saya menolak tawaran untuk dijemput di kampus. Saya tidak bawa motor malam itu karena rencananya memang Saya mau nebeng si India. Bingung tapi pulangnya kira-kira bagaimana. Akhirnya Saya mengirimkan short message kepada kawan Saya, “makan yok. ke FEB sekarang ya. ceritanya panjang” . 50-50. Sebenarnya Saya tidak menduga kalau dia bakal benar-benar datang. Eh, ternyata datang; terselesainkanlah masalah Saya pulang ke rumah naik apa. Saya dan kawan Saya makan malam lalu (sok) hunting foto karena tidak au persiapan untuk ke Ambarawa terbuang cuma-cuma; kamera analog dan roll film (mahal!) Rp 25.000 sudah di tangan. Pertama ke rel kerata api yang ada jembatannya di depak apotek K-24 KotaBaru. Kereta yang datang Saya kekker lewat kamera sehingga tampak jauh, tapi ketika dekat tanah dan jembatan bergetar dan kereta membunyikan klakson *tooooootttttt!!!* Saya kaget dan serentak berdiri. *klak* Ternyata tutup lens Saya jatuh. Afuuuu!!! Benar-benar jatuh tertimpa tangga pula. Apalagi di rel kereta itu sama sekali tidak ada penerangan jadi harus dicari menggunakan lampu handphone. Tidak ketemu juga, kawan Saya memutuskan untuk turun ke bawah jembatan rel kereta. Dan ternyata ada!! Lega… hampir saja kena double semprot oleh Mr. Krab.

Setelah berputar-putar dengan kawan Saya akhirnya Saya diantar pulang. Hampir jam 1 pagi waktu itu. Rasanya ingin langsung menulis di blog tapi kenyang dan ngantuk luar biasa jadi Saya memilih untuk tiduran di kasur.

Sebelum tidur hari Saya akhiri (atau mulai?) dengan mengirimkan sms kepada Sandy,

“Ra sida melu ning Ambarawa ki. Long story. Pengen misuh-misuh sak kemeng e”

________________________________________________________________________________________________________________

Di minggu pagi yang cerah di tempat yang berbeda, Spongebob, Patrick, dan Sandy bersiap untuk pergi ke Wonogiri. Sebenarnya Saya tidak mengetahui cerita Spongebob, Patrick, dan Sandy hingga hari Senin sore, tapi akan Saya ceritakan langsung saja sebagai cerita paralel. Kembali ke cerita, pagi itu Sandy bangun sedikit kesiangan. Tadi malam (pagi buta?) Sandy sudah membaca sms Saya tapi karena terlalu mengantuk dia belum sempat membalasnya. Sandy lalu pergi ke stasiun kereta dan naik ke gerbong menuju Wonogiri. Kata Sandy gerbong kerata pada waktu berangkat masih sepi sehingga masih nyaman dan leluasa. Sandy baru membalas sms Saya ketika sudah di kereta. Saya lupa isinya apa.

Spongebob, Patrick, dan Sandy menghabiskan hari minggu mereka di Wonogiri; mulai dari makan soto yang pelayannya luar biasa aneh dan pembuat sotonya sangat lemot sampai menangkap ubur-ubur di waduk Sermo (eh, benar tidak? atau waduk apa Saya lupa) yang katanya bagus. Mereka juga  mengalami kejadian nyasar menelusuri rel kereta, kebablasan naik angkot, dan berlarian mengejar kereta PramEx terakhir yang menurut Saya cukup seru dan lucu. Sampai akhirnya mereka kembali ke Bikini Bottom tercinta

________________________________________________________________________________________________________________

“Sopo koe??!!”

Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang meberi Saya pelajaran kali ini. Reality check kalau Saya ingat postingan Saya sebelumnya. Saya merasa ternyata sangat penting untuk selalu men
anyakan “Sopo koe??!!” dengan nada yang wah-sebenarnya-susah-menggambarkannya-tapi-yang-pernah-mendengar-Saya-berkata-”Sopo koe??!!”-pasti-tahu kepada diri sendiri.

Menanyakan pertanyaan ini kepada diri sendiri membuat Saya bertanya siapa diri Saya. Bukan… Bukan perjalanan maha spiritual nan filosofis mencari jati diri a la Andrea Hirata tapi ya sekadar bertanya siapa Saya ini. Pertanyaan yang sepele kan? Tapi pada kenyataannya pertanyaan ini membuat saya menginjak pedal rem; kapan mengerem untuk tidak berekspektasi terlalu banyak dan kapan mengerem dalam memposisikan diri Saya dengan orang lain. Dalam cerita ini misalnya, kenapa Saya memposisikan diri Saya sebagai Squidward? Kalau atas dasar tertimpa sial terus-menerus Saya bisa saja menjadi karakter Plankton.

“Sopo koe??!!”

Hal ini juga berlaku dua arah. Selain Saya harus dapat berekspektasi dengan kadar yang pas Saya juga belajar seberapa dalam Saya harus menginjak pedal rem, menempatkan diri Saya sehingga Saya bisa memenuhi ekspektasi orang lain yang tepat terhadap Saya. Jadi tidak ada yang kecewa. Win-Win solution lah…

“Sopo koe??!!”

Sebenarnya pertanyaan simpel yang entah kenapa tiba-tiba Saya suka. Sekedar pengamatan terhadap peristiwa-peristiwa sepele seperti ketika mengirim sms kepada seseorang, “eh, aku bla bla bla bla bla ki…” lalu menunggu responnya. Eh, ternyata di balas pun tidak.

Lah, sopo koe lho ya?! kok ngarep…

hahahaha…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *