Ibu Pertiwi, Seper(ti) Inilah Aku Menangis …

1 min read

 

Ku lihat ibu pertiwi..

sedang bersusah hati. airmatanya berlinang

Mas intannya terkenang..

 

hutan, gunung, sawah, lautan

simpanan kekayaan..

 

kini ibu sedang lara, berintih dan berdo’a”

 

Seperti inilah aku menangis.

Lebam dua mata, hidungku merah. Nafas semakin sesak, makin, sulit. Uh, Sesak!

Tujuh bungkus tissue sudah habis, namun tetap tak mengeringkan amisnya gerimis ini.

Tumpah ruah mewajah diraga, lalu karam didebar tsunami hati.

Ya, Tuhan.. aku lelah menangis, aku lelah melihat saudaraku meng-evakuasikan sisa airmatanya.

Aku lelah mencari di mana muara airmata ini akan surut lalu terganti dengan mata air baru-Mu.

Aku lelah..! Tuhan..

 

Akan lebih lelah, menyaksikan para saudaraku, umatMu yang masih dirundung mendung panas. Wedhus Gembel.

Beratus ribu korban melayang, diterbangkan muntahan abu yang debu. Merapi Mentawai.

Gempar, retak sudah tanah berpetak.wasior. Tanah yang kami cintai, yang dulunya kami nikmati tanpa gelisah, resah sampai bencana meluluh lantakkan, ah!

 

Seperti inilah aku menangis…

 

Ya, Tuhan. Aku melihat

Ibu itu menjerit mencari anak-anaknya yang lupa terbawa.

Masih tertinggal diselimuti gusarnya ombak, waktu tadi.

Ya, Robbi. Aku menyaksikan

Ayah itu tak malu deraskan airmata, berteriak

memanggil jiwa anak-istri yang lupa dibangunkan

saat tombak tergeletak terbawa arus..                          .gugur kumis sudah.

Ya, Ilahi. Aku menemani

Bocah-bocah itu menangis…

menangis!… menjerit… mencari… sambil gerah

di mana  ayah dan ibunya yang baru saja

temani memancing kata, menjaring arti hidup.

Di ladang tempurung waktuMu.

Lihatlah Tuhan,

Sungguh, Aku malu untuk menangis

Tapi apa itu malu untuk kubawa

Dalam musim yang amis ini.

 

Lihatlah Tuhan,

Tangisku ini semakin hujan

menanggapi luapnya nisan dan kuburan

Lemah hatiku tertekuk, sujud di- Mu.

Airmata ini pahit, sungguh sakit.

 

Lihatlah Tuhan,

Aku semakin roboh, Sungguh!

Melihat sejenisku sedang menata

Kokoh jiwa-jiwa yang masih berada.

Tersisa.

 

Jangan melihat Tuhan,

Aku ikut dalam hilang itu …

 

28 Oktober 2010

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *