Keakuan; Eksistensi dan Karya

1 min read

Ciamis – 28 /02 Keakuan seorang jurnalis tidaklah cukup hanya dengan memiliki ID Card dan kamera saja. Karya nyata menjadi sebuah tuntutan dan jawaban. Sama seperti “seorang seniman, mubazir tanpa karya”, begitu ucap Ashmansyah Timutiah, salah seorang budayawan dan penyair Tasikmalaya.
       Sebuah karya pun bisa dikategorikan ke dalam beberapa kriteria. Pada dasarnya, sama saja seperti halnya mencipta lirik lagu, puisi, prosa atau berita. Kita hanya memotret, dicerna oleh akal dan pikiran sebagai proses pengendapan, dan diterbitkan lewat kata dan nada. Memang, terkadang dalam menulis itu timbul rasa tidak percaya diri, tapi sekarang coba pahami dulu apa yang membedakan penulis dan pembaca?
     Dalam ruang lingkup berita, kita memotret peristiwa dengan mata, telinga, serta panca indera lainnya kemudian menuangkan dalam tulisan apa adanya sesuai realitas yang ada. Antara pembaca dan penulis mungkin akan mempunyai satu visi yang sama. Tapi berbeda halnya dengan sebuah karya sastra. Dari dimensi dan paradigma mana kita memotret sebuah peristiwa, lalu di endapkan dengan pengalaman empirik, penguatan metafor serta majas lainnya. Jadilah sebuah karya sastra. Disini ada ruang-ruang yang tak bisa dimasuki pembaca atau penulis. Ketika penulis menuliskan ini, pembaca menafsirkan itu. Sah saja. Karena pembaca dan penulis berangkat dari latar belakang dan wawasan yang berbeda, jadi wajar saja kalau penafsiran pun berbeda degan apa yang penulis ingin sampaikan.
       Ruang penulis disini ( dalam penulisan karya sastra ) adalah ruang verbal. Dan pembaca merupakan ruang universal. Beda dengan berita, disini mungkin visi pembaca akan berbeda juga dengan penulis. Keakuan penulis adalah ketika dia yaikn akan tulisannya itu setelah melalui beberapa tahapan. Pengendapan, penggunaan diksi, serta editing. Berangkat dari hal di atas, seorang penulis mungkin adalah jurnalis. Tap ada sekat dimana sekat itu adalah ruang tadi yang tak bisa dimasuki. Penulis bisa saja menjadi jurnalis, jurnalis bisa saja adalah penulis.
       Baju Kopral Ciamis mencoba menguak itu semua. Lewat acara yang bertajuk SUNDAY CLASS; Jurnalis Sadar Ruang yang diselenggarakan di sekitaran laun-alun Ciamis ini, para jurnalis-jurnalis yang datang dari berbagai sekolah itu mampu mengolah berita dari mulai hunting, pembuatan portal dan seleksi berita untuk berita TV, berita radio, dan berita online. Budaya seperti ini harus terus berlanjut. Sebab mungkin efek dari sini yang akan menemukan keakuan seorang jurnalis atau penulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *