Kuliah, Cinta dan Kerja
Kuliah, Cinta dan Kerja
Cinta, Kuliah dan Kerja
Kerja, Cinta dan Kuliah
Kuliah dan Kerja
Kerja dan Kuliah
Cinta, Cinta dan Cinta…
Demikianlah daftar sederhana yang bisa memetakan alam pemikiran kita saat ini. Baris manakah yang paling mencerminkan pribadi kita masing-masing? Setiap individu memiliki jawaban yang berbeda-beda. Namun, pasti tidak akan lepas dari tiga hal di atas. Masalahnya, Sering kali kita dibingungungkan untuk menentukan skala prioritas, mana di antara ketiga pilihan itu untuk layak didahulukan? Berikut ini adalah pemaparan singkat yang –semoga- bisa memberikan kontribusi kepada sahabat sekalian untuk melangkah menuju hari esok yang didambakan.
Cinta merupakan fitrah manusia. Terlebih dalam masa remaja seperti kita, cinta seakan makanan pokok yang harus dikonsumsi. Karena jika tidak merasakan hal itu, kita akan dilingkupi rasa penasaran dan keingintahuan yang terus menerus menggelanyuti pikiran kita. Sehingga, mau atau sangat mau, mereka akan menyantap menu cinta, untuk menghilangkan rasa penasaran yang ‘katanya’ cukup menyiksa itu.
Akibatnya, kita mencoba untuk melakukan ‘penelitian lapangan’ dengan mencoba-coba mengenal cinta dengan cara mengenal wanita. Lha, sikap seperti ini adalah sikap yang wajar, karena dengan mengenal hal itu, kita akan bisa belajar untuk menghargai, baik pada orang lain maupun kepada diri sendiri. Hal ini sangat penting. Karena kelak, ketika kita sudah harus hidup bersama dengan lawan jenis, kita akan membutuhkan sikap-sikap yang pas untuk diterapkan. Nah, pembentukan sikap itu dimulai saat ini, saat ketika idealisme masih sangat berpengaruh pada diri kita.
Namun, cinta itu harus dilakukan dalam batas-batas yang benar, cinta atau -lebih akrabnya- pacaran dapat mendatangkan banyak hal positif. Dengan kata lain yang perlu dan harus kita jalani adalah ”pacaran sehat”. Tapi, yang perlu diingat, bahwa pacaran itu tak mengikat! Artinya, hubungan sosial dengan yang lain harus tetap terjaga. Kalau pagi, siang dan malam selalu bareng bersama pacar, bisa bahaya lho!! Bisa-bisa nggak punya teman. Dan bukan tak mungkin, kita akan merasa asing di lingkungan sendiri. Enggak mau seperti itu kan??Tapi bukan dalam arti hubungan ”bebas” yang sebebas-bebasnya… Tentunya kita harus menghormati apa yang menjadi pegangan serta tujuan dalam berpacaran. Jika status telah mengarah pada ikatan lebih ”serius” (dalam arti penikahan) maka kita harus lebih bijak dalam menjaga kepercayaan untuk mencegah terlukainya perasaan pasangan masing-masing. Membangun kepercayaan merupakan hal yang penting dalam keharmonisan suatu hubungan.
Jadi, kalau masalah pacaran, mari kita kembalikan pada ucapan Ustadz Abdus Salam SQ,
“NGONO YO NGONO, TAPI OJO NGONO…”
kemudian dilanjutkan Pak Arifin “PAHAM TA IKU??” ^_^ J
.
Zup.
Lanjut….
Kuliah. Peran kuliah untuk masa remaja seperti kita adalah untuk mengarahkan pikiran kita agar tidak fakum/kosong. Karena, kalau masa seperti kita tidak memiliki kesibukan, kita akan ‘menyibukkan diri’. Karena ini adalah pshikologi remaja itu penuh dengan rasa ingin bergerak, berperan dan aktif. Tidak seperti anak-anak SD yang hanya duduk manis sambil berkata “Baik Bu Guru..”. Sahabat pernah mendengar pernyataan seorang guru kita bahwa, kecelakaan dunia itu disebabkan oleh remaja yang mempunyai uang namun tidak memiliki aktifitas. Karena itu lah, masa seperi kita, yang masih ditanggung oleh orang tua, digiring untuk melakukan hal-hal positif berupa kuliah. Jika tidak kuliah, pasti kita akan melakukan pelarian pada tempat-tempat yang kurang pas.
Dengan kuliah, kita akan disibukkan dengan hal-hal positif. Minimal, kita akan mandi saat pagi hari, memakai parfum dan menenteng kitab. Sesampai di kampus, kita akan membukanya dan mendapat wejangan-wejangan (meski sambil kriep-kriep) dan akhirnya pulang dengan beberapa tugas yang bisa mengikis pikiran-pikiran negative yang bisa menjangkiti otak kita kapan pun dan dimana pun. Lha kalau kuliah sudah semangat, kemudian diteruskan untuk meraba-raba masa depan. Kita bisa meniti karir kita melalui perkuliahan. Menentukan target tahunan, bulanan, mingguan dan harian!
Jika yang dulu-dulu kurang semangat, berikut ada tips-tips untuk bangkit.
·Sejenak pikirkan apa yang akan terjadi jika anda tidak segera bangkit.
·Pikirkan orang-orang yang tidak seberuntung anda
·Ingat masa-masa saat dimana anda merasa hebat!
·Membuat daftar kesuksesan anda.
·Optimis… Anda bisa!
Okey??….. Oke lah.. Oke lah kalau beg.. begitu…
Terakhir, Kerja.. item terakhir ini mungkin belum banyak terpikir oleh sahabat sekalian. Karena memang kita masih mendapat pesangon dari orang tua kita masing-masing (meski juga ada yang sudah mandiri). Tapi, jangan terlena dengan kondisi ini. Tiga, dua bahkan satu tahun lagi, mungkin saja orang tua kita akan memutus pesangon itu atau kita yang akan malu untuk terus meminta karena semakin lama semakin banyak kebutuhan yang kita butuhkan. Nah, karena itu lah, dalam masa sekarang kita harus mulai merancang kegiatan ekonomi kita masing-masing.
Idealnya, kita harus bias membangun kesejahteraan hidup sebelum kita berumur 30 tahun. Tahun tersebut adalah target kita sebagai seorang laki-laki untuk mendapat ketenangan hidup. Contoh konkret, pada umur itu, kita sudah memiliki rumah yang mapan, meski tidak terlalu mewah, pekerjaan yang jelas dengan penghasilan yang cukup dan juga anak yang bersekolah di institusi yang layak. Hal ini tidak lah pengandaian belaka. Target adalah cita-cita. Semakin tinggi target yang kita canangkan, semakin tinggi pula semangat kita untuk meraihnya.
Prinsip entrepreneur harus mulai kita kenal. Berikut bagan entrepreneur:
1.Self Ability (Kemampuan diri) merupakan unsur paling dominan dalam menggapai kesuksesan. Setiap individu harus memiliki 3 aspek kecerdasan; IQ, EQ dan SQ
2.Leadership. Kemampuan diri untuk bertindak sebagai figur dalam sebuah organisasi, perusahaan atau agenda (acara)
3.Finance. Keungan yang cukup untuk menjalankan roda organisasi atau perusahaan. Logika tanpa logistik, Tragik!
4.Network. Jaringan kerja diperlukan sebagai bahan evaluasi dan acuan kerja setra pengembangan ke depan.