Sudah sejak lama Nabi Ibrahim menantikan seorang putra. Seiring dengan berjalannya waktu, kelahiran buahhati-nya pun tiba. Karunia Allah itu diberi nama Ismail. Pada saat itu, kecintaan Ibrahim As terhadap Sang Khalik diuji. Ibrahim diperintahkan Allah untuk menyembelih anaknya. Sebuah ujian yang sangat berat.
Bagi sebagian orang yang lemah keimanannya, tentu ketika menghadapi hal semacam ini akan terasa sulit, tentu karena kualitas kecintaan kepada Tuhannya rendah. Berbeda dengan Nabi Ibrahim As, keimanannya sudah teruji, perintah itu ia sampaikan kepada anaknya, sebagaimana tercantum di dalam Al-Qur’an.
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya Telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Dan kami panggillah dia: “Hai Ibrahim. Sesungguhnya kamu Telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya Ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang Kemudian. (yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Ash-Shaffat:100-110)
Nabi Muhammad Saw adalah penyempurna risalah yang diturunkan Allah kepada makhluk-Nya. Tidak akan datang lagi pembawa risalalah kenabian setelah Nabi Muhamaad, karena Rasulullah adalah sebagai penutup para Nabi. Syariat yang diterapkan pada zaman Nabi Ibrahim diaktualisasikan pada periode akhir zaman. Perintah itu digambarkan dalam Al-Qur’an.
“Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (QS. Al-Kautsar: 1-3)
Dalam ayat ini, sebelum Allah memerintahkan untuk berkurban, kita diingatkan dengan betapa banyak nikmat yang telah diberikan Allah kepada manusia. Dari segi penciptaan misalnya, manusia adalah makhuk yang paling baik, dengan menggunakan istilah ahsani taqwiim (At-Tin: 4). Betapa setiap komponen yang dalam diri manusia sangat sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Tetapi, nikmat yang lebih utama adalah nikmat iman dan Islam.
Perintah selanjutnya dalam ayat itu adalah shalat. Shalat lima waktu atau shalat idul adha sebagai bukti syukur atas nikmat Allah. Shalat memiliki kedudukan yang sangat penting. Keberadaan shalat menjadi bukti kuatnya keislaman dan keimanan seseorang.
Hakikat kurban bukan hanya sekadar menyembelih hewan kurban, mengalirkan darah kambing, domba, sapi, dan binatang kurban lainnya, tetapi ini merupakan bukti ketundukan seorang hamba atas perintah dan larangan yang telah diberikan Tuhan-nya. Allah menguji hambanya dengan sebuah perintah apakah akan melaksanakannya atau tidak seperti kepada Nabi Ibrahim.
Kurban juga dapat berarti memotong atau menahan hawa nafsu dan syahwat. Hawa nafsu jika tidak bisa dikendalikan akan merusak pemiliknya, bahkan lebih dari itu, akan merusak lingkungan sekitarnya sehingga menimbulkan bahaya bagi masyarakat luas.
Setelah disembelih, daging kurban dibagikan kepada mereka yang tidak mampu. Karena lemahnya keimanan seseorang, kadang jiwa kemanusiaan memudar. Kepedulian sosial tidak tampak karena tumbuh suburnya keegoisan dalam diri. Dengan berkurban kekuatan iman akan bertambah sehingga kepekaan sosial tumbuh, rasa ingin berbagi menjalar dalam setiap desah napas.
Pembagian daging kurban dapat memberikan semangat untuk berbagi kepada sesama. Dan hal ini mestinya tidak hanya dilaksanakan ketika musim berkurban saja. Tetapi harus diimplementasikan dalam setiap gerak langkah seorang mukmin. Karena berkurban adalah bukti ketaatan kepada Sang Pencipta, melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya, maka berbagi kepada sesama ini pun harus tetap lestari dalam kehidupan sehari-hari