Saat kita bersua di Rumah Perjuangan
Melucuti arah melabuhi jendela, tak berpintu
Mencari Kapal Pesiar
Mengarungi dan melupakan selamat tinggal daratan
Hari bersemayang diantara gelombang-gelombang pasang
“Tenanglah, aku yang khan menunjukan gelombang pasang terdalam.”
Sekejap kedua mata saling bertatap
Jarak semakin dekat
Hingga hembus nafasmu ku rasa meraba nafasku
Kita bersama melabuhi badai yang melingkar dipangkuan
Menunggu kemarau belalu, Musim Semi menyalami
Dimana rindang hijau membuat sinis langit membelah
Dihiasi para Bunga cantik yang bersolek kaidah indah
“Kau selalu temukan jalanku, bidikmu yang tepat di sasaran diri”
Perlahan,
Tangan-tanganmu yang lembut begitu rela dan hangat mengusapku
Utuh Rembulan kawan kita tadi malam
Sempat menyatukan dalih perjodohan Alam
Berbulan madu di tembang Bintang
Mengudara kedinginan teramat bersilang
Bersimpul kasih yang dirindu.
“Genggamlah, lekas sentuhlah kedinginan yang tadi waktu sempat terbakar bara Sepi”
Hingga kini,
Masih setia kau menemani
Aku yang masih terbaring berjuang kaku
Bersua sakit yang menjadikan nikmat termaknai
Maupun celoteh isakan paru-paru yang sayup berburu
Dan mencari rongga udara tuk sekedar bernafas
Meski nyatanya,harus bergantung pada benda mati
Yang seolah menjadikanku mahkluk mati
“Kau tak mati, matimu selalu ciumi awal hidupmu”
Ya,
Lirihmu menyambar di pangkal kesadaran …