Metafor Kepompong Ramadan

1 min read

DI dalam bulan ramadan umat Islam diwajibkan untuk melaksanakan puasa. Menurut terminologi fiqih, puasa adalah ibadah dengan berusaha menahan diri dari yang membatakalnya (makan, minum dan berhubungan suami istri) mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Tujuan yang ingin dicapai adalah menuju tahapan orang-orang yang bertaqwa (muttaqin).

Puasa ini berdasar pada perintah Allah dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183: “Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa”. Menjadi orang yang bertaqwa adalah tujuan utama yang harus dicapai oleh orang-orang yang sedang berpuasa.

Ketakwaan merupakan derajat yang sangat tinggi di hadapan Allah Swt. Allah tidak memandang seseorang dari buruk dan bagusnya wajah. Tidak memandang dari banyak dan sedikitnya harta, tidak memandang dari tingginya strata sosial, tidak memandang tingginya jenjang pendidikan yang telah ditempuh. Tetapi, Allah memandang orang yang paling bertaqwalah yang memiliki derajat yang tinggi di hadapannya. Seperti dalam firman-Nya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang paling bertaqwa di antaramu” (QS. 49:13).

Puasa, di dalamnya terdapat hikmah yang sangat besar bagi manusia yang melaksanakannya. Di antaranya adalah menanamkan nilai moral-spiritual. Orang yang berpuasa dilatih untuk memiliki rasa empati kepada orang-orang di sekelilingnya. Ada sebuah hadits yang mengatakan bahwa tidak akan masuk surga kecuali orang yang beriman dan orang tidak akan dianggap beriman kecuali mereka saling mencintai.

Di antara yang menjadi kriteria orang yang saling mencintai adalah orang yang menyebarkan salam. Mengapa ini sangat penting? Karena dari apa yang diucapkan saja kelihatan bahwa ketika ada orang yang sedang bertemu, kemudian orang yang pertama mengucapkan salam berarti ia mendo’akan orang yang ada di hadapannya dengan sebuah doa agar berada dalam keselamatan atau kesejahteraan.

Kemudian sebaliknya, orang kedua yang menerima ucapan salam tersebut tentu akan menjawabnya dengan jawaban yang sama (minimal), yakni mendo’akan orang pertama, yakni orang yang pertama kali mendo’akan.

Hikmah kedua yang dapat di ambil dari ibadah puasa adalah yang berhubungan dengan fisik. Orang yang berpuasa, makanan yang masuk ke dalam saluran percernaan hanya sedikit. Hanya ketika sedang sahur saja. Proses pencernaan terus berjalan. Ketika makanan yang sudah masuk ke dalam lambung telah habis, maka proses oksidasi dalam tubuh adalah dengan membakar cadangan makanan berupa lemak yang tertimbun di bawah kulit. Dengan demikian maka pengaruh buruk dari lemak yang tertimbun itu akan berkurang. Dan masih banyak lagi hikmah puasa yang lain.

Dengan adanya proses selama satu bulan penuh di bulan ramadan ini, maka orang yang sedang berpuasa berada pada sebuah proses, seperti proses metamorfosis kupu-kupu. Proses  evolusi makhluk menuju ke arah kesempurnaan. Pada awal ramadan seorang muslim berada pada posisi ulat. Di mana ulat itu merupakan makhluk yang sangat menjijikan. Kemudian seorang muslim memasuki bulan ramdan. Pada posisi ini, seorang muslim berada pada tahap kepompong. Yakni tahapan bersemedi, tahapadan latihan untuk nanti menuju tahapan selanjutnya, yaitu tahapan menjadi kupu-kupu. Kupu-kupu adalah makhluk yang cantik yang sangat indah ketikan dipandang mata. Begitu pun orang yang berpuasa ketika sudah melewati idul fitri, mereka kembali kepada kesucian. Dari ulat yang menjijikan berubah menjadi kupu-kupu yang indah dipandang mata. Dari yang penuh dosa ketika memasuki ramadan, kembali fitri di bulan syawwal. Maka tak salah jika dikatakan kita sekarang berada pada tahapan kepompong ramadan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *