Pindah Kamar, Survival di Masa Depan

1 min read

HIDUP laksana roda berputar. Kadang di bawah dan kadang di atas. Kebahagiaan kan datang silih berganti dengan ketidaksenangan. Kesedihan selang sekar dengan ketikaksedihan. Inilah realita kehidupan. Dan akan menimpa siapa pun yang bernama manusia, tak terkecuali.

Apabila tidak mengenal dinamika kehidupan seperti ini, maka orang yang berpendidikan tinggi sekalipun akan sulit untuk bertahan hidup ketika memasuki universitas kehidupan. Sebuah sekolah yang di dalamnya dapat berperan sebagai pendidik, sekaligus peserta didik.

Sebagai proses pembelajaran yang secara substansi dapat dipraktekan nanti di masyarakat, Pesantren Darussalam mengadakan “pindah kamar” pada Senin (22/11) kemarin. Pindah kamar ini khusus bagi santri putri yang tersebar di berbagai asrama, mulai asrama dewi sartika bawah (desarba), dewi sartika atas (desartas), siti umamah, siti hajar, fatimatuzzahra bawah (fatwa), dan fatimatuzzahra atas (fatas). Program ini di bawah koordinasi Direktorat V (lima) Pesantren Darussalam yang dimotori oleh Dra. Chusna Arifah, S.Pd., M.Pd.I.

Pendidikan pesantren berbeda dengan pendidikan yang lain. Pendidikan berjalan selama 24 jam dalam sehari, nonstop. Maka, menjadi sebuah kesempatan besar ketika sekolah yang berada di bawah naungan pesantren. Karena secara teori, pendidikan yang diterapkan di sekolah itu bisa jadi merupakan implementasi atau integrasi dari pendidikan yang ada di pesantren. Pendidikan yang diajarkan di sekolah yang berupa tata krama sopan santun, dan sebagainya dapat dimonitor di pesantren.

Perpindahan kamar ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk menumbuhkan empati di dalam diri. Selama satu semester yang telah lalu, ada santri yang tinggal di asrama lantai dua. Ada berbagai pengalaman yang menarik tentu yang dapat dipetik. Udara yang sejuk atau lainnya dapat dirasakan. Rasa pegal ketika menaiki tangga pun tak bisa dilewatkan selama satu semester.

Rasa ini tentu sangat berbeda dengan mereka yang tinggal di lantai bawah. Ketika pergi ke toilet akan lebih cepat dibandingkan dengan yang tinggal di lantai atas, tidak perlu melihat betis yang layaknya pelari marathon, karena keseringan memanjat tangga penunggu asrama atas. Akan tetapi, ketika hujan tiba, kotoran yang berpindah tempat karena pengaruh hujan yang turun yang berupa kotoran akan diterima lebih dulu oleh penghuni asrama bawah, jatah membersihkan lantai akan bertambah luas dan menguras tenaga juga.

Dengan perpindahan kamar ini, dari semester ke semester, dengan sendirinya empati akan muncul sehingga menimbulkan persaudaraan yang sengaja ditanamkan. Empati ini merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan. Ketika nilai-nilai persaudaraan sudah tercerabut, maka individualitas dan menganggap golongannya yang paling benar akan tumbuh subur dan perpecahan pun tak dapat terelakan seperti yang terjadi dewasa ini di Negara tercinta, Indonesia.

Rendahnya rasa empati menyebabkan masalah sepele mewujudkan pertikaian antar kampong, tawuran antar pelajar, nyawa manusia tak berharga.

Selain itu, perpidahan kamar ini dapat melatih untuk bertahan hidup, survival di berbagai keadaan. Ketika berada di asrama yang enakeun, tentu perjuangannya tidak begitu sulit. Akan tetapi, ketika pindah yang asramanya tidak begitu mendukung, perjuangan keras harus dilakukan agar apa yang diinginkan dapat tercapai.

Inilah sebagai pembiasaan untuk diaplikasikan nanti di masa depan. Ketika ada suatu masalah, karena sudah terbiasa problem solving dalam kehidupan pesantren di masa muda, akan menjadi problem solver yang dapat diandalkan di masa mendatang. Akan tetapi, karena manusia itu diberi nafsu, kadang, kamar yang sudah ditentukan oleh Pengurus Pesantren pun digugat dengan pertimbangan tidak begitu dekat dengan teman sekamar barunya itu. Padahal ini dapat dijadikan sebagai langkah awal untuk memperbanyak teman dan memperat silaturahim yang sebelumnya mengalami perenggangan.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *