Kata puasa itu berasal dari bahasa sanksakerta sebagai terjemahan dari kata shaum atau shiyam, mempunyai makna yang sama dengan shaum atau shiyam itu sendiri, yaitu menahan diri. Ibadah puasa adalah ibadah menahan diri karena kelemahan manusia yang terbesar adalah ketidaksanggupan menahan diri. Dalam surah al-Baqarah ayat 35 dan 36 diceritakan bahwa Nabi Adam dan istrinya berdiam diri di syurga. Lalu bersenang-senang dan makan-makanan apa yang dia mau, tetapi Allah memperingatkannya untuk tidak memakan makanan yang dilarang-Nya. Karena Nabi Adam dapat tergoda oleh setan, akhirnya Adam memakan makanan yang dilarang oleh Allah. Seketika itu Adam dan istrinya langsung tanpa busana. Maka Allah menurunkan Nabi Adam dan istrinya ke muka bumi ini. (budiman al-hanif : percikan hati nurani).
Kita sebagai anak cucu adam mempunyai potensi yang sama untuk jatuh secara tidak terhormat. Oleh sebab itu apabila manusia merusak “pohon kebenaran” maka akan jatuh nilai martabatnya menjadi hewan. Wujudnya manusia, tetapi pada hakikatnya adalah hewan ternak. Ia tidak pernah malu menindas yang lemah, memakan hak orang lain, memeras rakyat kecil dll.
Maka apabila puasa dari tahun ke tahun tidak dapat merubah sikap arogan kita, maka puasanya sia-sia. Kita hanya mendapatkan haus dan lapar selama puasa, tidak tertanam nilai-nilai puasa itu sendiri. Seperti nilai, kebersamaan, kasih saying, kesabaran dan sebagainya. Itu semua akibat dari tidak adanya kemauan dan usaha untuk membersihakan kotoran yang melekat pada diri kita. Akibatnya hatinya tidak terjaga dan semakin buas, sehingga melakukan perbuatan kemunkaranpun adalah hal yang wajar baginya. Memeras rakyat kecil adalah hal biasa, mempersulit orang lain adalah menyenangkan baginya Hatinya semakin liar, bak harimau yang sedang kehausan dan kelaparan. Padahal Negara ini berdasarkan Pancasila, yang jauh dari sifat – sifat tersebut.
Seharusnya kita mnejadikan pancasila seagai menual atau pedoman bangsa Indonesia untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia yaitu rakyat yang adil dan makmur. Lantas bagaimana sekarang? Pancasila hanyalah sebuah kata-kata yang di hapal dan dibacakan dalam uapacara bendera. Tanpa tertanam nilai dari pancasila tersebut.
Maka marilah dalam Ramadhan kali ini, kita berlomba-lomba untuk membersihkan hati kita. “sungguh beruntung orang yang menyucikan diri (jiwa) dan sungguh rugi orang yang mengotorinya”. Kata Ramadhan itu sendiri berasal dari kata al-ramdhu yang artinya ‘saat matahari terik sekali’. Ramadhan artinya ‘membakar sesuatu’. Membakar kesombongan, keegoan, kerakusan, kebiadaban dll, yang tentunya semua sifat negative harus di bakar (budiman al-hanif : percikan hati nurani).
Melakukan hal sia-sia adalah sangat merugikan, sebulan penuh kita bersusah payah menahan dari segala yang membatalkan tapi dimata Allah nilai kita adalah zero.
Husain Ksyf
Baju Kopral