Segumpal Buncah Puisi Remah

1 min read

Sepekan di Pesanggrahan Suri

Karya : D. Dudu Abdul Rahman

Semantung yang riuh dalam kalbu sanggraloka

Selepas landas kemudi kendara di pagi buta

Aku melangkah tanpa curiga; celakaku terpelanting ke suri

Tak ada satu pun yang menjamah pikiran, selain uraturat kejang, tulang remuk

Dan rintih meradang. Lalu lalang pejalan merupa pertanyaan kabur

Menusuknusuk mata hingga menampar nanar

Semerbak bercak darah, menyembilu kalut

Di saat jiwa kalang kabut.

”Siapa Anda ini?”, gerutu menggerundul di hati

Membuka pintu palung sadrah yang justru membawaku

Ke limbung yang tak pernah kujamah.

Aku melecut ke pembaring pesakitan; lemah.

Bercumbu hening di remang siluet kenyataan

Bergelantungan di antara bumi dan langit

: Aku tak ingat apa-apa.

Tasikmalaya, 13-04-2010

Penyair, kemari!

Karya : D. Dudu Abdul Rahman

Manusiamanusia renung kembalilah membawa semburat tabir tenung ke nyataku
Aku rindu racau yang semilir seperti angin, semerbak seperti mawar, dan seperti jemarimu melentik di kelopak bunga. Aku akan selalu di senja sanggraloka, untukmu.

Tasikmalaya, 13-04-2010

Kidung Temaram Jiwa

Karya : D. Dudu Abdul Rahman

Di puncak malam, masih tertanam angkuh merengkuh

Aku diam. Nyanyian jangkrik semakin rampak di gendang

Riuh mengebiri gundah tak karuan, di jiwa tuan malam.

Menelorong pagi di selongsong waktu, tubuh remuk melesap

Ke tepian ragu.

Gemericik rinai menyemai selaras malam

Sayang, tak sesuai hati yang sedang lunglai

Aku diam. Nyanyian jangkrik semakin rampak di gendang

Riuh mengebiri gundah tak karuan, di jiwa tuan malam.

Menyulam batin, mengenang pintal rindu di malam cumbu

Genangan selokan rasa, membuncah ke muara nadir malam; sayupsayup

Sembilu menyayat rindu. Porak porandalah pesanggrahan biru

Karena parasmu hanya relief di gundal kalbu.

Tasikmalaya, 13-04-2010

 

 24 Jam Bersama Bidadari Timur
Karya : D. Dudu Abdul Rahman

–cukup meleburkan beku rindu yang mengendap di bilik selibut perasaan
Betapa tidak, sepekan di gersang padang tanpa embun menetes di kerongkongan
Senandungkan rintihan serak, tentang mata air yang selalu merinai di  jiwa; engkau bersama kejora.
Memilin malam bercumbu dengan nyanyian Tuhan di surau yang tidak berjauhan dengan kenangan

Kini, engakau mendekap sembilu selama seminggu
Mencumbu waktu hingga kau bayar jiwa remuk dengan ramuan rayuanmu
Aku berlabuh di limbung mawar, ke tepianmu saat matahari ingin tenggelam
Kau sambut dengan semburat senyuman, hingga berpendar di air mata kebahagiaan

Tasikmalaya, 20 April 2010
 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *