”Nayla, kita sharing yuk!” ajak teman maya ku lewat sms yang kuterima setelah usai mengikuti praktek IPA.
”Dengan senang hati Ukhty, tentang apa nie?” Kujawab smsnya secepat kilat.
”Tentang bagaimana Islam mengatur hubungan dua insan dalam hal cinta.” Belum sampai lima menit jawaban sms darinya sudah kuterima lagi.
”Wah, tema yang sangat menarik dan tepat sekali, karena aku juga lagi butuh pemahaman tentang itu, tapi afwan Ukhty… sekarang aku masih ada jadwal praktek.” kupencet tombol oke, untuk mengirimnya.
”Baiklah, nanti ana kirim ya simpulan dari masalah itu.” Waw, temanku ini cepat sekali balas smsnya.
Kusimpan handphone di dalam tas biru kesayanganku. Dengan langkah yang begitu cepat aku lansung masuk ke ruang kesenian. Uppss… Terlambat beberapa menit membuat banyak orang yang menatapku, termasuk guru yang ada di sudut ruangan itu. Refleks aku lansung sedikit menunduk dan menganggukkan kepala tanda permintaan maafku.
Suasana di ruangan kesenian terasa menegangkan, dengan urutan pertama aku dan kedua temanku Juwi dan Chie akan tampil di depan semua orang. Chie sebagai pengiring lagu dengan gitar, Juwi menyanyikan lagu dengan suara ke dua sedangkan aku suara yang ke satu. Ini merupakan pengalaman pertama dalam hidupku, biasanya aku malas sekali untuk bernyanyi tapi karena tuntutan tugas, apa boleh buat. Satu hal yang menjadi prinsipku, aku harus selalu melakukan yang terbaik dalam menjalani hidup ini dengan modal berani dan tidak untuk nekad. Karena itulah aku dan kedua temanku bisa sukses dalam tugas ini. ”Terima kasih, kami sangat bangga dengan penampilan kalian yang begitu maksimal, terlihat sekali perjuangan dan usaha yang telah kalian lalukan untuk melewati tugas ini dengan baik.” Itulah kata-kata yang di ucapkan oleh guruku.
Serentak kami lansung keluar ruangan dengan ekspresi yang begitu menyenangkan. Dan akhirnya saat-saat yang selalu kutunggu setiap waktu, berpelukan dengan rasa gembira yang disimpan dalam hati masing-masing, selepas meraih kesuksesan yang diusahakan bersama. Itu adalah momen terindah dalam persahabatan.
Ada seberkas cahaya dilangit, sinarnya menyoroti kedalaman hatiku, di sepertiga malam ini kucoba tuangkan segala resah dan kemelut rasa yang sering membelitkan fikiranku. Mencari celah kedamaian pada saratnya pertengkaran hati yang tak henti berdebat. Saat ini, terasa sulit kutemukan kejujuran hati yang menentramkan dan membawaku pada kenyamanan suasana. Ku teringat lagi lelaki itu, apa lagi ketika malam tadi. Saat aku dan dia ngobrol lewat sms. ”Nay, bagaimana teman-teman menilai sisi penampilanmu?” Tanyanya. ”Mereka bilang, aku layaknya kupu-kupu yang penuh warna terbang kesana-kemari dan sulit untuk dimiliki.”Jawabku dengan sedikit tersenyum.
” Kupu-kupu, pasti kau begitu menarik. Banyak orang yang akan mengejar untuk memilikimu. Apakah kau mau menjadi peri kupu-kupu untukku?” ”Tanyakan saja pada kupu-kupu itu!” Kaget dengan pertanyaan itu, lansung kubalas smsnya.
”Baiklah, wahai kupu-kupu maukah engkau menjadikanku sebagai bunga yang selalu kau hinggapi?”
”Hupptt.. Kupu-kupu itu terbang tanpa memberi jawaban dahulu, dia hendak berkelana untuk memperbaiki sayapnya yang masih belum sempurna, juga untuk menyeimbangkan keindahannya dengan bunga itu.”Aku menjawabnya dengan makna yang tersirat.
”Kupu-kupu, silahkan kau berkelana kemanapun kau mau. Tapi, janganlah kau berkelana mencari cinta. Karena disini aku akan selalu menunggumu. Aku juga mau menjadi bunga yang tumbuh lebih indah lagi di taman yang sejuk ini. Agar kau merasa nyaman dan aman saat kau kembali dan berada didekatku.”
Rasanya perasaan ini semakin tumbuh berkembang, ku mulai mengingatnya setiap waktu. Merinduinya di kala ku termenung, berangan-angan dalam sepi yang menghampiri.
”Nayla, ana udah dapat simpulan masalahnya. Anti mau nggak, ana kirimkan ya?” Teman maya ku itu kembali menghubungi setelah dua hari berlalu.
”Tentu saja” Jawabku singkat.
”Jaga pandangan, jaga hati, dan jaga hijab. Meskipun lewat sms dan telepon dengan lawan jenis lalu membersamainya dengan menyangkut hati itu bisa dikatakan berkhalwat, pada ujungnya zinah fikiran. Hati-hati lho!”
”Syukron, ya Ukhti”
”Ya…, sama-sama. Nanti ana telephone ya supaya lebih jelas lagi. ”
Teg…rasanya ada sesuatu yang menusuk hatiku, aku terdiam merenung sembari duduk di kursi yang tempatnya sangat sunyi. Kugenggam handphoneku lalu kulihat pesan masuk yang dipenuhi oleh nama lelaki itu. Kubaca kembali setiap kata-katanya. Semuanya memang indah dan membuatku tersenyum. Ada suatu topangan hidup jika ku menggantung pada kata-katanya. Ah… sulit untuk kuungkapkan lewat kata-kata. Aku ingin meneruskannya , tapi.. aku ingat kata-kata murabbiku ”To be a real muslimah no just an ordinary girls.” aku tidak akan bisa menjadi ”a real muslimah” jika menata hati saja tak mampu. Maka dengan penuh keyakinan ingin kutinggalkan semua ini, meski pahit untuk kulalui. Kubedah handphone ini dan ku ambil kartunya, biarlah kubagi-bagi kartu itu menjadi empat bagian. Kuharap ini sebuah titik awal perubahanku.
Dengan nada lirih dan butir bening di sudut mataku yang hendak menetes ku ucapkan, ”Selamat Tinggal…..”
Sekelebat Rasa Pergi Bersama Kesadaranku
3 min read