Prihatin memang jika menilik fakta tersebut. Namun janganlah dulu kita melihat anak-anak malang tersebut tidak mampu mendapatkan hak mereka. Cobalah kita lihat sejenak, anak-anak remaja yang beruntung mampu mendapatkan hak mereka berpendidikan. Tidak semua berjalan optimal. Bahkan yang harus kita kritisi, visi dari pendidikan ini sendiri sebenarnya apa..?
Pendidikan di sekolah, seharusnya tidak sekedar transformasi ilmu dari Guru kepada Siswa. Mendidik, yaitu melatih dari yang tidak bisa menjadi bisa. Orang-tua menitipkan anaknya di sekolah tentu untuk menuntut ilmu. Nah, yang harus digaris-bawahi di sini, ilmu itu luas. Ilmu tidak hanya 12 mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Ilmu bukan hanya 5 bidang mata pelajaran yang di-UN-kan. Ilmu bukan hanya Matematika, Biologi, Sejarah dan Bahasa Inggris. Ilmu bukanlah bilangan, nilai, ranking. Tidak hanya sesuatu yang diajarkan secara dialog oleh guru kepada muridnya. Dunia adalah ilmu. Ilmu bukanlah sesempit itu.
Yang saya sayangkan, jutaan bahkan hampir seluruh sekolah di Indonesia berprilaku seolah ilmu adalah hal-hal tersebut. Ada satu kasus, seorang teman. Dia adalah organisator, aktif dalam menulis dan kegiatan ekstra seperti penelitian, olahraga dan seni. Pada suatu pembagian raport, dia mendapatkan nilai dan ranking yang anjlok dari sebelumnya. Segera orang-tua dari teman saya ini melarang teman saya untuk mengikuti kegiatan ekstra yang tentu sangat dia sukai, dan harus tetap berada di kelas untuk menggali ilmu yang dibatasi sekian saja. Yang saya ingin tanyakan : Bukankah Itu yang Disebut Mengurung Kebebasan Menuntut Ilmu Siswa..??
Kasus lain, seorang teman yang ingin sekali aktif di kegiatan Organisasi. Dia memiliki bakat kepemimpinan dan bakat organisator yang baik. Tampaknya, dia juga menyukai hal tersebut. Namun ternyata orang-tuanya sangat Over-Protective. Sangat membatasi kegiatan dari teman saya tersebut. Pertanyaan berikutnya : Kenapa Orang Mau Menuntut ‘Ilmu’ Malah Dibatasi..? Padahal tujuan dari orang-tua menitipkan anaknya di sekolah sudah kita ketahui, untuk menuntut ilmu.
Mungkin anda bingung. Saya menyebut hal-hal di atas adalah kegiatan yang membatasi kreatifitas siswa dalam menuntut ilmu. Mereka menuntut ilmu. Dan ilmu tersebut tidak negative kok..!
Belajar berorganisasi, bukankah itu ilmu..? Belajar meneliti, bukankah itu juga ilmu..? Belajar berolahraga, bukankah itu ilmu juga..? Belajar bermain musik, bukankah itu juga termasuk ilmu..?
Itulah, definisi ilmu di sini sangatlah luas. Bukan sekedar nilai dan statistika ranking semata. Bahkan menurut pantauan saya, kegiatan ekstra di sini lebih banyak praktek daripada kegiatan Pendidikan yang diakui pemerintah saat ini, yakni transformasi ilmu dari guru ke siswa. Sedangkan hidup ini bermodalkan teori saja, apakah cukup..? Meski memang harus diakui, penguasaan teori juga penting dikuasai. Namun bukankah pelaksanaan praktek tidak kalah pentingnya..?
Mungkin para orang-tua berfikir, bahwa indikator keberhasilan anak mereka adalah dari ranking mereka di sekolah. Dan prestasi dari kegiatan ekstra siswa kurang dianggap karena tidak diakui oleh pemerintah. Lantas apa yang harus kita lakukan..?
Di antara pengakuan pemerintah yang hanya mengakui kegiatan akademik seperti di atas, sedangkan siswa membutuhkan lahan berinovasi dan praktek nyata, apa yang harus kita – selaku siswa atau orang-tua – lakukan..? (than-QSmart)