WARUNG kejujuran yang membuka dua sesi, terdiri dari warung snack dan warung nasi ini digandrungi juga oleh para peserta. Untuk membedakan dengan warung-warung lainnya, panitia membuat khusus uang kejujuran ala Al Muttaqin.
Rupanya hampir sama dengan uang pada umumnya. Perbedaannya terletak pada nominal dan ukurannya. Nominalnya dibagi dalam empat pecahan kertas, yaitu sebesar 600, 800, 1.050, dan 3.150. Panitia juga sudah menyiapkan uang pecahan logam Rp 50, Rp 100, Rp 200, dan Rp 500 untuk kembaliannya. Sehingga peserta dilatih untuk jujur saat mengembalikan uangnya. Uang Al Muttaqin senilai dengan uang rupiah
Di warung kejujuran ini, menu yang disajikan bukanlah menu yang mewah. “Kami ingin memperkenalkan beberapa menu tradisional Indonesia. Barangkali banyak yang belum mengenal dan mencobanya.” Ujar Dwi Yulia, koordinator divisi konsumsi ini.
Menu untuk snack terdiri dari apem dengan harga Rp 500,00, leupeut seharga Rp Rp 500,00, risoles seharga Rp 500,00, kue pudding dengan harga Rp 500,00, dan air gelas dengan harga Rp 500,00.
Untuk menu di warung nasi kejujuran, terdiri dari nasi TO (tutug oncom) dengan harga Rp 2.000,00, telur dadar dengan harga Rp 600,00, cipe (aci tempe) dengan harga Rp 500,00, asin Rp 200,00, dan sambal Rp 300,00, dan lalab.
Pada awalnya, menu-menu ini sempat menjadi perdebatan panitia karena dikhawatirkan peserta kurang menyukai makanan tradisional. Rencana panitia dengan menyiapkan berbagai macam makanan tradisional itu antara lain untuk menunjukkan sifat sederhana. Yang menjadi salah satu hal cirri kita tidak korup. Dan kita memunculkan image tersebut, dalam acara workshop ini kepada para peserta. Namun apa yang dikhawatirkan tidak terjadi sama sekali. Mereka menikmati menu-menu yang disajikan.
Sisi Lain Perjuangan hingga Bisa Bertemu Aulia Pohan
Banyak hal unik yang terjadi dalam proses penyelenggaraan acara maupun setelah acara. Mulai dari penyebaran surat, pembagian waktu antara ulangan, tugas, dan kumpulan panitia, datang langsung ke KPK, tingkah unik peserta, hingga diskusi pendek dengan Pak Yudi, sang pemateri.
Rabu, 25 November, tiga hari sebelum acara dimulai, panitia bersepakat untuk datang langsung ke KPK sekaligus ke Depdiknas untuk tahap awal pelaksanaan lomba besar yang akan Al Muttaqin laksanakan Februari nanti.
Panitia ingin acara ini dibuka langsung oleh Pak Antasari Azhar. Tapi akibat kesibukan Pak Antasari rencana ini pun gagal. Namun, meski hanya dalam sebuah rekaman Pak Antasari kami teramat senang, dapat memutarnya di depan para peserta workshop. Akhirnya, dengan membawa ‘alat perang’ berupa proposal, handycam, dan beberapa hal lainnya, kita berangkat ke Jakarta jam 11 malam dengan angkutan umum.
Meski surat tidak tersebar sesuai dengan yang direncanakan dikarenakan tuntutan akademik dan kondisi alam yang kurang bersahabat, namun peserta antusias peserta cukup tinggi. Bahkan rata-rata peserta yang hadir berjarak lebih dari 30 km dari SMA Al Muttaqin. Seperti dari Kabupaten Ciamis, Ciawi, Cihaurbeuti, hingga Karangnunggal. Meskipun begitu, sekolah yang berada di sekitar Al Muttaqin juga hadir.
Saat hari H, kami sempat mencatat waktu kehadiran peserta. Peserta yang paling pertama hadir adalah dua orang siswi dari SMP NAsrul Haq. Mereka telah hadir sekitar pukul 06.46 WIB. Sungguh luar biasa mereka. Meskipun jarak sekolah mereka dengan SMA Al-muttaqin cukup jauh, tapi mereka telah melakukan salah satu perilaku yang terpuji. Tidak Korupsi waktu.
Selain peserta, para panitia pun telah mencanangkan semua acara dengan tidak korup. Semuanya harus sesuai dengan agenda yang telah ditetapkan.