BICARA ITU HEBAT

1 min read

SERIAL PUBLIK SPEAKING

Penulis; Asep Budi Setiawanĵ

Penerbit: Yayasan Mata Pelajar Indonesia

ISBN: dalam proses pengajuan

Tahun terbit: September, 2024,

Halaman: 115 dan 6 halaman romawi

Cetakan: I, 300 eksemplar

MENULISKAN JEJAK PENGALAMAN SEBAGAI UPAYA MELAWAN LUPA

Asep Budi Setiawan

SAHABAT, entahlah hingga kini saya belum mendapatkan “jawaban utuh”  kenapa saya bisa bekerja hingga delapan belas tahun lebih berkaitan dengan “public speaking”. Mulai kepala subbagian protokol (beberapa kali saya dilantik dalam jabatan yang sama karena ada perubahan nomenklatur), kepala bagian humas, setelah “berkelana” saya kembali lagi menjabat kepala bagian protokol dan komunikasi pimpinan.

Mah, Kak, dan De kadang tertawa, saya bekerja tidak jauh beranjak. Jika dihitung jabatan, saya sudah mendampingi tujuh bupati. Sebuah kepercayaan, dan anugerah, bisa tiap saat mendamping orang nomor satu (orang kadang menyebut “Kuningan Satu” atau ditulis “K1”). Bahkan ada yang berseloroh, kalau (saat itu) saya punya kesenangan posting baik di FB, IG, atau aplikasi lain, agaknya, tidak jauh bersikutat dengan foto-foto “saya dan dunungan”.

Dalam postingan FB dan IG (dan sekarang coba dikumpulkan) yang diberi tajuk “Serial Public Speaking”, banyak teman yang menanggapi. Mereka berbagi pendapat. Kemampuan bicara (public speaking) itu perlu pengetahuan dan latihan. Ada kecenderungan, yang sekarang “manggung”, kemahiran bicara mereka dikuasai secara otodidak. Namun, yang profesional (dan terstruktur proses belajarnya), melalui pendidikan formal.

Pengalaman telah menjadikan telinga dan mata saya lebih tajam. Selalu ada saja yang mengganjal, ketika format acara, redaksional, termasuk praktik yang tidak sesuai “aturan main” membuat saya “gatal”. Saya sekadar berpendapat. Memang, itu cara paling “aman”, agar tidak terkesan menggurui (apalagi saya masih terikat “masa lalu”).

Sejarah itu abadi. Jejak digital tidak bisa dihapus. Pengalaman dan pengetahuan akan memerkaya wawasan. Sejujurnya hingga kini masih ada yang menyimpan nomor HP saya dengan nama atau jabatan lama: “protokol” dan “humas”-nya , setelah nama saya. Mungkin lebih familiar, mudah mengingatnya. Atau, “jabatan” tersebut sudah melekat (dan mungkin sulit digeser) dari nama saya (sekadar bercanda, jangan terlalu diambil hati).

Sahabat, atensi yang saya terima,  ternyata, menjadikan saya semangat untuk (terus) berbagi. Sebab tulisan-tulisan ini sebagai respons terhadap pengalaman dan fenomena yang saya temukan dalam keseharian. Bahkan contoh-contoh yang saya tulis yang saya ketahui dan alami. Semoga menginspirasi.@abs

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *