Jadi Pengamen, Pilihan atau Paksaan?

1 min read

JANGAN salah jika sekarang pengamen tersebar di sudut-sudut kota. Ada pengamen cilik dan ada yang sudah beranjak dewasa.

Kebebasan bagi kehidupan pengamen adalah pertanyaan besar. Sudah sering terkena razia di tempat-tempat umum seperti kawasan lampu merah, pasar, terminal, stasiun, dan lain-lain. Namun mereka terus bertahan. Kebutuhan perut mengalahkan ketakutan mereka.

Dari sekian banyak kota-kota besar di Indonesia, kita ambil sampel  yang cukup mencolok, sebutlah kota Tasikmalaya. Dari hasil pengamatan ditemukan sekitar empat sampai lima grup pengamen di suatu tempat dalam selang tempo yang cukup singkat.

Misalnya di Pasar Pancasila kota Tasikmalaya. Selain dari pada pengamen local ada juga pengamen yang berasal dari kota lain yang memiliki keperluan lain sehingga mereka mampir di Tasikmalaya sambil mengamen.

Ada pengmen yang berasal dari Bandung yang bermaksud untuk menghadiri parade band yang diselenggarakan di Dadaha, Tasikmalaya. Walaupun mereka bukan sebagai peserta tapi keinginan mereka untuk menjadi grup band yang terkenal begitu besar sehingga mereka membentuk suatu grup yang diberi nama “Cicicuit”, dengan anggota sebanyak Sembilan orang mereka merupakan campuran dari usia muda sekitar enam belas sampai dua puluh tahun dan ada pula yang sudah menikah. Namun semua itu tidak menjadi kendala yang menyebabkan perpecahan di antara mereka yang selalu bergaya ala Punk.

Hasil yang didapatkan dari mengamen mereka gunakan untuk makan, jajan atau sekedar membeli rokok. Setelah hasilnya terkumpul mereka bagi rata sesuai dengan jumlah angota mereka dan jika ada lebihnya mereka gunakan untuk keperluan mereka yang lain.
Hampir semua berpendapat bahwa alasan mereka mengamen adalah karena tidak ada pekerjaan lain, walaupun begitu banyak  pekerjaan yang bisa didapat. “Jadi dari pada kami nyopet atau nyuri lebih baik kita ngamen aja. Nyari kerjaan jaman sekarang kan susah coy,” Papar Jamat, salah satu personil Cicicuit.

Selain pengamen yang memiliki grup sendiri, ada juga pengamen cilik yang berkeliaran bebas tanpa ada yang mengikat mereka seperti yang ditemukan di sekitar lampu merah Jalan Sutisna Senjaya dekat toko Ramona, ada seorang anak kecil bernama Andri (10), yang menyatakan bahwa mengamen adalah pilihannya sendiri dan tidak ada paksaan. Selain dari pada itu, keinginannya untuk sekolah begitu besar. Penyebab dia keluar dari sekolah dan memilih mengamen adalah ejekan dari teman-teman sekolahnya. Namun ia merencanakan akan masuk sekolah lagi pada tahun ajaran yang akan datang. Adapun dari hasil mengamen, ia gunakan untuk jajan dan diberikan kepada orang tua sebagai wujud bakti mereka. Tempat yang sering ia gunakan untuk mengamen yaitu Jalan Raya, depan toko-toko dan ada juga yang mengamen di dalam pasar dan hasil yang didapatkan cukup bervariasi. Ia mengamen dari pagi sampai sore dan ditemani oleh kakaknya.

Asep Andi (Al-Amin)
Yanti S Hariyati (MA Manbaul Ulum)
Verlyani Aprilia Koerniawan (Al-Muttaqin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version