Pembalasan Rasa Sayang

6 min read

Namaku Maykel, siswa SMA PHP Pangandaran yang baru duduk di kelas XI. Aku berusia enam belas tahun. Dan besok hari Minggu adalah hari ulang tahunku yang ke tujuh belas. Aku berharap besok aku  mendapatkan kado spesial dari seseorang.

Banyak sekali wanita yang suka padaku. Walaupun dibalik rasa suka, disitu juga ada benci dan iri. Teman-temanku selalu iri ketika setiap kali aku menyapa seorang wanita, pasti si wanita langsung membalasnya dengan senyuman manis. Berbeda dengan temanku, dia selalu tidak dianggap. Itulah sebabnya temanku iri padaku.

Aku memang tidak setampan Stefan William, lebih miripnya seperti  Aliando Syarief. Akan tetapi para wanita di sekolahku tidak pernah memandangku dari segi fisik, melainkan dari caraku bersikap padanya dan perhatianku padanya. Hingga aku dicap sebagai lelaki baik idaman wanita.

Cara mendapatkan wanita tidak selalu harus berpenampilan kece. Cukup dengan baik padanya, tidak genit, selalu ada disaat butuh, menjadi pendengar yang baik, dan bisa menghiburnya disaat dia sedih. Apalagi lebih hebat jika bisa mengusap air matanya saat menangis. Walaupun kebanyakan wanita lebih suka pada lelaki yang banyak uang. Sudah sangat jelas wanita zaman sekarang itu matre. Adapun yang lebih ampuh adalah menjadi teman curhatnya. Rata-rata wanita akan sering curhat. Jika sudah seperti itu, itu bertanda si wanita sudah merasa nyaman dan akan sangat mudah untuk diambil hatinya.

Dari sekian banyak wanita yang menyukaiku, aku lebih memilih Seli sebagai pacarku. Dulu aku pernah menjadi teman curhatnya. Sekarang aku berpacaran dengannya. Dia Wanita berhijab dengan matanya yang selalu dihiasi pelangi saat aku menatapnya. Bibirnya begitu tipis dan berwarna merah muda berkilau basah meskipun tanpa lipstik, lengkapnya manis saat tersenyum. Dia sungguh wanita yang sangat berbeda dari wanita yang lain. Tidak pernah keluyuran gak jelas, taat ibadah, pakaiannya tertutup, sopan santun, dan tentunya murah senyum. Sangat jauh berbeda dengan cabe-cabean yang sering heboh dimana-mana. Berpakaian kurang bahan, gak ada santunnya dalam berbicara, keluyuran gak jelas, jika tertawa melampaui batas dan hina sekali menurutku. Itulah perbedaan Seli dengan cabe-caben.

Aku sangat sayang kepada Seli. Apapun aku rela untuknya. Karena rasa sayangku padanya takkan pernah pudar. Rasa sayang yang sedalam danau tanpa dasar, sepanjang jalan menuju ujung dunia, dan seluas alam semesta. Dia tidak akan pernah tergantikan sampai kapanpun.
Statusku memang seorang pelajar, tetapi aku sudah mulai bekerja sebagai bartender di sebuah tempat hiburan malam yang ada di Pangandaran. Aku bisa bekerja di sana karena tawaran temanku yang bernama Dedi, dia adalah salah satu teman sekelasku di sekolah. Mau tidak mau aku harus melakukan pekerjaan ini. Karena menurutku pekerjaan ini adalah suatu pekerjaan yang haram. Setiap bekerja aku harus menyajikan minuman yang memabukkan. Terkadang juga aku harus membersihkan kamar, dimana kotorannya berupa alat kontrasepsi bekas pakai. Disebabkan tempatku bekerja ini dipenuhi oleh kupu-kupu malam.

Tidak ada yang mengetahui aku bekerja di tempat seperti ini. Apalagi Seli pacarku atau bahkan orang tuaku. Aku gengsi kepada pacarku tentang semua ini. Dia adalah wanita Solehah dan tentunya anak orang kaya. Akan sangat kecewa jika dia mengetahuiku seperti ini.

Ayahku sudah meninggal tiga tahun lalu. Ayahku meninggal setelah memakan buah salak. Bukan karena keracunan, tetapi ayahku lupa bahwa buah salak memiliki biji yang besar. Akhirnya ayahku memakan salak tersebut dengan bijinya. Biji salak pun nyangkut di tenggorokan dan membuat ayahku tersedak. Meninggal dunia karena tersedak biji salak. Itulah kisah singkat ayahku.

Status ibuku sekarang adalah seorang janda. Terlahir sebagai anak tunggal memaksaku untuk membantu ibu. Meskipun aku tidak pernah memberi makan ibuku dari hasil aku bekerja. Karena aku tidak berani memberi makan ibuku dari kerjaku yang haram ini. Tetapi aku masih bisa mengurangi beban ibuku dengan membayar uang SPP. Sebab ibu hanya seorang buruh cuci yang penghasilannya tidak seberapa.

Sabtu pagi aku mulai beraktivitas di sekolah. Cerahnya hari dengan lagit biru dan sedikit awan, aku berjemur dibawah hangatnya sang mentari. Seli berada tepat di depan para siswa yang sedang berbaris mengikuti apel pagi. Dia sebagai pembina apal sekaligus ketua OSIS, tentunya memberikan sebuah amanat dan motivasi kepada teman-temannya. Sebuah lapangan upacara dan bangunan sekolah turut menjadi saksi dia berbicara.

“Menjadi siswa yang baik adalah contoh teladan bagi siswa yang lain, itulah moto ku. Janganlah teman-teman suka keluyuran malam gak jelas, tetapi cobalah jam malam dihabiskan untuk belajar. Adapun juga dalam berbicara harus sopan dan santun layaknya seorang siswa. Terakhir dariku, jauhilah pergaulan bebas dan jaga jarak lah dalam berpacaran. Sekian, terimakasih.” Sepatah kata dari Seli pacarku.

Para siswa bertepuk tangan setelah Seli usai berpidato. Disitu aku menanam rasa bangga kepadanya. Aku sekaligus pacarnya memberikan tepuk tangan paling keras. Aku semakin mencintainya.

Semua siswa masuk kedalam kelas. Dimulailah kegiatan belajar mengajar. Aku tidak pernah fokus dalam belajar, dikarenakan mataku tertuju terus pada Seli. Kebetulan dia juga satu kelas denganku. Aku sangat senang dia selalu merespon setiap kali aku curi-curi pandang padanya. Sebuah senyuman manislah balasan darinya. Hingga membuatku mabuk kepayang.

Sekolah sudah usai delapan jam yang lalu. Jam tangan tepat menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Disitu aku mulai bersiap berangkat kerja. Tidak lupa aku izin kepada ibu agar ibu tidak merasa cemas.
“Ibu aku boleh tidak izin untuk keluar?” Aku memohon.
“Mau kemana lagi kamu Maykel malam-malam seperti ini?” Ibu balik bertanya.
“Aku ada tugas kelompok bersama teman sekelasku Bu.”
“Loh kok hampir setiap hari nak?”
“Iya Bu, kan sebentar lagi akan ujian akhir semester (UAS).”
“Kenapa tidak siang?”
“Siang kan teman-temanku pada sibuk.”
“Baiklah Ibu izinkan, tapi kamu hati-hati.”
“Iyah Bu mungkin aku akan menginap di rumah temanku.” Jawabku sembari mencium tangan ibuku.

Disitu aku merasa sangat bersalah karena haru berbohong kepada ibu. Tapi itu lakukan karena terpaksa, dan semua juga demi meringankan beban ibu. Dan juga aku berbohong kepada ibu bahwa sekolahku gratis, padahal sebenarnya akulah yang selalu membayarnya. Untuk itu aku setiap saat berdoa kepada Tuhan agar pemerintah menggratiskan sekolah. Agar aku bisa berhenti dari pekerjaan yang haram ini dan tidak lagi berbohong kepada ibu. Walaupun aku merasa ibu sudah mengetahui aku berbohong dari sejak awal.

Aku berangkat menuju tujuan dengan menggunakan sepeda motor. Di jalan aku mampir ke sebuah warung.
“Permisi Bu!” Aku memanggil penjaga warung.
“Iyah nak mau beli apa?” Sahut penjaga warung.
“Anu Bu, saya mau beli lotion anti nyamuk.”
“Oh, mau beli berapa sachet?”
“Dua sachet aja Bu, biar besok gak usah beli lagi.”
“Oh ini lotion anti nyamuknya dua sachet.” Sambil mengulurkan tangan.
“Makasih Bu.” Aku tersenyum.
“Iyah nak sama-sama.”

Aku selalu memakai lotion anti nyamuk saat bekerja. Karena disaat aku membersihkan kamar yang penuh alat kontrasepsi bekas, selalu banyak nyamuk bahkan lalat di kamar tersebut.

Pukul Sembilan malam aku sudah berada di depan meja kerjaku. Gemerlap warna lampu dan suara musik bertempo cepat sebagai pelengkap suana hiburan malam. Sambil mengelap meja, kupandangi suasana sekitar yang dipenuhi kupu-kupu malam tentunya. Dimana kupu-kupu malam ada, disitu Om berkantong tebal berkeliaran mencari mangsa.

Terus aku memandangi tempat ini. Entah mengapa ada sesuatu yang ganjal dalam pandanganku. Di salah satu meja di pojok ruangan, aku melihat seorang wanita yang tidak asing bagiku. Dari postur pundaknya mirip seperti seseorang yang aku kenal, tapi yang aku bingung dia berambut panjang. Setahuku semua teman wanitaku tidak ada yang berambut panjang. Dia bersama seorang lelaki. Aku tidak dapat mengenalinya karena dia membelakangiku. Aku menjadi penasaran. Hingga akhirnya aku putuskan untuk terus memandanginya.

Tidak lama kemudian mereka saling menatap. Aku belum bisa mengenalinya meskipun aku melihatnya dari samping mereka. Tanpa kusadari mereka saling berciuman mesra. Wanita itu terlihat sungguh sangat menikmatinya. Terlihat dari saat dia memejamkan mata dengan napasnya yang mendesah manja. Berbeda dengan si lelaki, dia mengikuti nafsu birahinya. Dia merasakan indahnya bibir bawar yang tipis si wanita tersebut. Meskipun begitu, aku merasa menjijikan saat melihatnya. Mereka saling berpadu kasih selama kurang lebih lima menit tanpa lepas.

Sontak aku memakai lap meja sebagai masker. Mendadak ternyata mereka menuju ke arah mejaku setelah melakukan hal menjijikan tersebut. Aku tidak tahu kenapa, tetapi naluriku memaksaku untuk menjadikan lap ini sebagai masker.

Mereka berdua duduk di depanku dan memesan minuman. Disitu aku tak sadar, bahwa di depan mataku adalah Seli pacarku. Dan si lelaki adalah Dedi teman sekelasku. Disitu aku merasa tidak percaya bahwa dia adalah Seli. Pantas saja aku tidak bisa mengenali Seli, yang aku tahu dia itu selalu memakai hijab dan tidak pernah keluar malam. aku pun baru tahu kalau dia mempunyai rambut panjang. Aku juga tidak menyangka Dedi teman sekelasku bisa seperti ini. Aku rasa dia salah satu dari kebanyakan temanku yang iri kepadaku. Tidak kusangka.

Sungguh munafik mereka berdua. Aku sebenarnya sangat ingin marah kepada mereka. Tanganku bergetar seakan ingin mendaratkan pukulan ke wajah mereka. namun aku tersadar, jika aku melakukan hal tersebut hanya akan mengundang keributan. Akhirnya aku harus menahan amarah ku ini.

Ironis sekali, di depanku mereka baik. Saling mengumbar hal tentang kebaikan. Tapi nyatanya mereka sendiri menjilat lidahnya. Sakit rasanya kepercayaanku dinodai seperti ini. Seakan dunia ini tak berpenghuni, mereka tak menganggapku sebagai orang yang selalu ada buat mereka. Hidup yang sangat tidak berarti menurutku. Dan barusan aku melihat sendiri sebuah pengkhianatan di depan mataku.

Kuambil sebotol minuman untuk mereka berdua. Dan aku sajikan ke dalam sebuah gelas yang aku lap bersih tadi, meskipun tanpa pikir panjang aku menambahkan lotion anti nyamuk yang tadi aku beli di warung ke dalam minuman mereka. Kebetulan sekali aku beli dua sachet, dan pas untuk mereka berdua. Kusajikan di depan mereka. Ternyata naluriku mengarahkan aku memakai masker agar tidak bisa dikenali mereka. Sesuatu hal yang sangat kebetulan kembali.

Dengan motorku yang aku bawa dengan kencang, aku segera pergi meninggalkan tempat hiburan malam tersebut sebelum mereka meminum minuman mereka. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi setelah mereka meminumnya. Mungkinkah aku akan ketahuan oleh polisi karena perbuatanku ini. Tapi aku rasa tidak. Polisi akan sulit mengira kematian mereka karenai keracunan. Yang ada polisi mengira mereka mati karena overdosis minuman keras. Entahlah, atau mungkin mereka tidak akan mati karena kebal. Intinya aku lari dari hidupku yang suram.Dan bahkan mungkin mereka tidak meminum minuman mereka. Intinya aku benci penghianatan.Aku rasa lebih baik aku melihat cabe-cabean yang apadanya, daripada melihat wanita polos tapi munafik.

Rasa sayangku ini apa gunanya. Meskipun sedalam lautan tanpa dasar, sepanjang jalan menuju ujung dunia, dan seluas alam semesta ini. Jika semua itu dikhianati maka akan terbuang percuma. Dia yang aku sayang, dia yang aku banggakan, dan dia juga yang membawaku kedalam neraka derita ini.
“Sebenarnya apa yang membuatmu berkhianat padaku?. Apa kurangnya Aku?. Pria setampan dan sepopuler diriku bisa dengan mudahnya kamu khianati.” Aku bertanya-tanya kepada Seli yang menjelma menjadi aspal jalanan. Aku membayangkan wajah Seli di atas aspal dan aku menginjaknya dengan motorku.

Sekarang tepat sekali pukul 24 : 00 WIB. Pertanda bahwa hari ini adalah hari Minggu, sama halnya hari ulang tahunku. Aku berharap seseorang yang memberiku kado spesial adalah seli, tapi dia malah memberikan kotoran di wajahku. Apakah ini jawaban dari Tuhan atas semua do’aku?. Mungkin ini yang diinginkan Tuhan agar aku bisa keluar dari pekerjaan. Entahlah, intinya semua ini terlalu pahit bagiku yang baru beranjak dewasa.

Aku sadar, semua orang bisa menjadi iblis meskipun penampilannya seperti malaikat. Rasa sayangku ini dibuang olehnya. Walaupun aku masih bernafas, namun aku merasa seperti tidak hidup. Aku tidak lagi bisa membedakan sayang dengan benci. Mungkin  ini Pembalasan rasa sayang.

Menjauh untuk Menjaga 

Nizar Kobani
24 sec read

IDAHOT

Ruslanymillah8
4 min read

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *