Revisi UU Penyiaran: Harapan dan Tantangan bagi Penyiaran Komunitas di Indonesia

3 min read

Di tengah perdebatan yang intens mengenai revisi Undang-Undang Penyiaran untuk mengatur kembali lanskap media yang terus berkembang, khususnya dengan munculnya platform digital. Ada kekhawatiran bahwa revisi ini dapat membatasi kebebasan pers dan ekspresi dan mencederai demokrasi.

Sebagai aktivis penyiaran komunitas, saya melihat revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran sebagai peluang sekaligus tantangan bagi masa depan penyiaran komunitas di Indonesia. Di satu sisi, revisi UU ini membuka harapan untuk menciptakan regulasi yang lebih ideal dan mendukung perkembangan LPK. Namun, disisi lain, terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi agar LPK dapat benar-benar berfungsi sebagai pilar demokrasi dan wadah aspirasi masyarakat. 

Jangan sampai tujuannya untuk memperkuat peran LPK sebagai pilar demokrasi, RUU ini justru berpotensi membatasi ruang gerak dan menghambat perkembangan LPK.

Tantangan Penyiaran Komunitas

Untuk memahami penyiaran komunitas di Indonesia, ada beberapa tantangan LPK yang perlu dijelaskan supaya bisa diatasi dan dapat berkembang secara optimal.

Tahun 2009, Jaringan Radio Komunitas Indonesia sudah membahas revisi UU Penyiaran

Penelitian disertasi Ressi Dwiana dari FISIP UI mengungkap bahwa regulasi menjadi penyebab utama kemunduran radio komunitas di Indonesia. Meskipun awal reformasi menandai dukungan kuat dari masyarakat sipil dan politisi terhadap radio komunitas, pemerintah justru bersikap sebaliknya. Sikap ini tercermin dalam PP No. 51/2005 yang membatasi ruang gerak radio komunitas dengan aturan perizinan yang ketat dan mahal, serta persyaratan perangkat bersertifikat yang memberatkan. Beban biaya operasional, termasuk ISR, IPP, PPh, dan BPJS TK, juga menjadi penyebab utama pencabutan izin. Selain itu, perubahan fokus LSM dan belum adanya revisi UU Penyiaran sejak 2010 semakin memperparah kondisi radio komunitas yang berjuang sendiri.

  • Perizinan: Proses perizinan yang masih rumit dan mahal menjadi hambatan bagi komunitas yang ingin mendirikan LPK. Pemerintah perlu menyederhanakan proses perizinan dan memberikan kemudahan bagi LPK, terutama dalam hal persyaratan teknis dan finansial.
  • Pendanaan: Keterbatasan sumber pendanaan menjadi kendala utama bagi keberlanjutan LPK. RUU Penyiaran perlu membuka lebih banyak opsi pendanaan, seperti hibah pemerintah, sponsor dari lembaga non-pemerintah, dan iklan layanan masyarakat dalam batasan yang wajar.
  • Alokasi Frekuensi: Ketersediaan frekuensi yang terbatas dan persaingan dengan lembaga penyiaran komersial menyulitkan LPK untuk mendapatkan frekuensi yang memadai. Pemerintah perlu mengalokasikan spektrum frekuensi secara adil dan memprioritaskan LPK. 
  • Kapasitas dan Infrastruktur: Banyak LPK yang kekurangan sumber daya manusia yang terlatih dan infrastruktur yang memadai. Pemerintah perlu memberikan pelatihan dan dukungan teknis kepada LPK, serta memfasilitasi akses terhadap teknologi penyiaran yang terjangkau.
  • Partisipasi Masyarakat: RUU Penyiaran perlu lebih tegas mengatur mekanisme partisipasi masyarakat dalam pengelolaan LPK, termasuk dalam pengambilan keputusan terkait program siaran dan kebijakan internal.

Potensi Penyiaran Komunitas

LPK adalah representasi dari keberagaman budaya, sosial, dan ekonomi masyarakat Indonesia. Mereka hadir di tengah-tengah komunitas, mengangkat isu-isu lokal, dan memberikan ruang bagi suara-suara yang seringkali terpinggirkan dalam media arus utama. LPK tidak hanya berfungsi sebagai sumber informasi, tetapi juga sebagai wadah pendidikan, hiburan, dan perekat sosial bagi masyarakat.

Radio darurat pasca gempa bumi Cianjur tahun 2022

Dalam konteks demokrasi, LPK berperan penting dalam memastikan akses informasi yang merata dan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat. LPK memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat aktif dalam produksi dan penyampaian informasi, sehingga mendorong partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan. Selain itu, LPK juga berperan dalam melestarikan dan mengembangkan budaya lokal, yang merupakan bagian penting dari identitas bangsa Indonesia.

Peran lain LPK dalam komunikasi bencana sudah teruji efektif, membantu menyampaikan informasi penanggulangan bencana, baik sebelum maupun sesudah bencana dan juga dalam tanggap darurat. Menyelamatkan kehidupan dengan bersuara di udara.

Perbandingan Penyiaran Komunitas dengan negara lain

Kita coba buat perbandingan pengaturan penyiaran komunitas dengan beberapa negara yang memiliki regulasi penyiaran lebih stabil sebagai referensi:

RegulatorNama LPKPerizinanKewajiban KontenPendanaanPerbedaan
Canadian Radio-television and Telecommunications Commission (CRTC)“community radio” atau “campus radio.”Lebih mudah dan cepat dibandingkan stasiun komersial.Minimal 15% konten lokal, mendorong partisipasi komunitas.Terutama dari sumbangan dan penggalangan dana komunitas, ada juga hibah pemerintah.Lebih menekankan pada partisipasi komunitas dan konten lokal.
Inggris -Office of Communications (Ofcom)Community RadioProses kompetitif, fokus pada rencana bisnis dan keberlanjutan.Tidak ada persentase minimum konten lokal, tetapi harus melayani komunitas.Terutama dari hibah, sumbangan, dan sponsor.Lebih menekankan pada keberlanjutan finansial dan rencana bisnis yang kuat.
Australian Communications and Media Authority (ACMA)“community radio” atau “community television.Proses lebih sederhana, fokus pada kebutuhan komunitas.Minimal 50% konten lokal, harus relevan dengan komunitas.Sumbangan, sponsor, hibah, dan beberapa iklan terbatas.Lebih ketat dalam persyaratan konten lokal dan relevansi dengan komunitas.

Perbandingan dengan Naskah Akademik revisi UU Penyiaran

  • Persamaan:
    • Semua mengakui pentingnya LPK dalam melayani kepentingan komunitas.
    • Semua mengatur aspek perizinan, konten, dan pendanaan.
  • Perbedaan:
    • RUU Penyiaran Indonesia kurang detail dalam mengatur partisipasi komunitas dan kewajiban konten lokal dibandingkan dengan Kanada dan Australia.
    • RUU Penyiaran Indonesia lebih ketat dalam membatasi sumber pendanaan LPK dibandingkan dengan negara lain.
    • RUU Penyiaran Indonesia kurang memberikan insentif dan dukungan finansial untuk keberlanjutan LPK dibandingkan dengan Inggris.

Revisi UU Penyiaran harusnya dapat belajar dari praktik baik di negara lain dalam mengatur penyiaran komunitas. Penting untuk lebih menekankan pada partisipasi komunitas, konten lokal, dan keberlanjutan finansial LPK. Selain itu, perlu dipertimbangkan untuk memberikan lebih banyak fleksibilitas dalam sumber pendanaan dan dukungan finansial untuk LPK agar dapat berkembang dan melayani komunitasnya secara efektif.

Rekomendasi Kebijakan

Untuk mewujudkan konsep dan praktik penyiaran komunitas yang ideal di Indonesia, saya mengusulkan beberapa rekomendasi kebijakan berikut:

  • Perizinan yang Mudah dan Terjangkau: Sederhanakan proses perizinan LPK dengan mengurangi birokrasi dan biaya.
  • Alokasi Frekuensi yang Adil: Prioritaskan alokasi frekuensi untuk LPK di daerah-daerah terpencil dan yang memiliki kebutuhan khusus.
  • Pendanaan yang Beragam: Buka lebih banyak opsi pendanaan untuk LPK, termasuk hibah pemerintah, sponsor, dan iklan layanan masyarakat dalam batasan tertentu.
  • Dukungan Kapasitas dan Infrastruktur: Sediakan pelatihan, pendampingan, dan akses teknologi bagi LPK.
  • Partisipasi Masyarakat yang Bermakna: Libatkan masyarakat secara aktif dalam pengelolaan dan pengembangan LPK.
  • Pengawasan yang Partisipatif: Melibatkan masyarakat dalam pengawasan isi siaran LPK.

Dengan mempertimbangkan rekomendasi di atas, saya yakin revisi UU Penyiaran yang sedang proses pembahasan di komisi 1 DPR RI ini akan  memiliki potensi besar untuk mendorong demokratisasi penyiaran di Indonesia. Sebagai bagian dari pelaku penyiaran komunitas, saya percaya dengan kebijakan yang tepat, LPK dapat berkembang menjadi media yang kuat, independen, dan inklusif, yang mampu mewakili suara dan kepentingan masyarakat lokal, memperkuat keberagaman budaya, dan kekayaan bahasa di Indonesia.

Iman Abda, Aktivis Penyiaran Komunitas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *