Selasa, 2 September 2009. Waktu menunjukkan sekitar pukul 15:00 WIB kala itu. Beberapa siswa SMA Al-Muttaqin Tasikmalaya kala itu masih ada beberapa yang sedang melakukan kegiatan ekstra non-akademik kala itu. Termasuk beberapa santri mess sedang melaksanakan kegiatannya. Semua berjalan normal dan biasa saja. Hingga sesuatu membuyarkan perhatian seluruh warga Al-Muttaqin di sana dan mengalihkannya pada sesuatu itu.
Gempa bumi. Fenomena geografi ini terjadi dan terasakan oleh seluruh siswa di SMA Al-Muttaqin. Segera mereka semua berhamburan dan berserakan di lapangan yang dianggap aman dari reruntuhan bangunan akibat terkena gempa ini. Gempa awal terhitung ringan. Banyak siswa belum menyadarinya. Namun gempa susulan yang menerpa mengagetkan seluruh siswa. Aula SMA Al-Muttaqin mereka lihat berguncang dahsyat dan terlihat agak condong ke belakang. Dan getaran bumi yang terjadi memang sangat terasa dahsyat menerpa.
Ada rasa prihatin jika melihat suasana lapangan olahraga kala itu. Puluhan siswi akhwat berhamburan, saling menguatkan sembari mengeluarkan butir-butir air mata mereka. Yang lainnya mencoba menelepon keluarga mereka. Namun ternyata beberapa saluran telepon tidak berfungsi dengan baik. Mereka semakin panic. Tentu sangat simpati jika kita melihat butir air mata mereka yang keluar dengan perkataan panic atas keluarga mereka.
Kejadian ini sudah tentu adalah kehendak Allah SWT. Beliau tentu memiliki maksud lain dibalik bencana ini. Namun, jika kita kembali ber-introspeksi, tentu akan terasa sangat pantas jika Allah ingin menegur kita. Berapa banyak kita mengingkari apa yang tidak layak kita ingkari. Berapa kali kita terlena dengan dunia yang fana. Tentu kita akan geleng-geleng kepala seraya beristigfar jika semuanya ditayangkan kembali di kedua pelupuk mata kita.
Tasikmalaya, sebuah kota luar biasa yang dulu sempat memiliki beberapa julukan khas daerah ini. Thousand Mountain Hill. Kota seribu bukit, namun kini sudah gundul dibabat. Dan tentu saja kota Santri, karena begitu banyaknya pesantren-pesantren islam di kota ini. Tentu tidak sembarang kota mendapat julukan tersebut. Suatu julukan yang menggambarkan kedamaian kota ini.
Namun agaknya di bulan Ramadhan ini, Allah SWT sedang berkehendak menegur kita, masyarakat Tasikmalaya khususnya. Tentu masih hangat terekam di memori kita kemarahan api yang melumpuhkan sebuah toko di wilayah perkotaan Tasikmalaya beberapa waktu lalu. Kini, musibah dengan skala lebih besar kembali menerjang kota Tasikmalaya. Gempa bumi dengan skala nasional, 7.3 SR, menerpa Indonesia. Berpusat di kota Tasikmalaya.
Jika kita berintrospeksi, sekali lagi, tentu akan terasa sangat pantas jikalau Allah SWT hendak menegur kita. Julukan kota Santri, sangat ironis jika dibandingkan dengan data bahwa kota Tasikmalaya adalah penyumbang yang tidak sedikit bagi remaja-remaja yang melakukan seks bebas, mengkonsumsi narkoba dan kegiatan criminal lainnya. Tidak malu-kah kita..??
Julukan kota seribu bukit sekarang sudah tidak bisa dipertanggung-jawabkan lagi. Faktanya, bukit-bukit di Tasikmalaya satu per-satu kandas termakan kepentingan-kepentingan sementara manusia. Nah, terlihat pantas khan jikalau alam menegur kita..?
Begitulah. Namun agaknya semua itu bisa berguna bagi kita semua. Jadikan semua kejadian bencana di bulan penuh rahmat ini sebagai pelajaran agar bisa terus selalu mengingat Allah di setiap hembusan nafas kita. (than-QSmart)