Meriah sekali perayaan Ulang Tahun Pemerintah Kota Tasikmalaya yang ke-8 kemarin. Hampir mayoritas warga tumplek di seputar jalan Oto Iskandardinata, sebab dari siang jalan itu memang ditutup dan dipersiapkan untuk acara pagelaran perayaan Ulang Tahun Pemkot. Tak ayal lagi penuh, sesak bercampur keringat.
Di bawah panggangan matahari siang itu, bermacam helaran dan pertunjukan tersaji, dari mulai Band, Pongdut, Jampana, Musik Kaleng, Dog-dog, Kuda lumping dan lainnya, semua jadi satu di Otista. Dinas-dinas pemerintahan pun turun menggelar kreasinya masing-masing. Selain dinas pemerintahan, komunitas-komunitas kesenian, ormas pun ikut berpartisipasi.
Tak mau ketinggalan, BPK Oi Kota/Kab. Tasikmalaya pun ambil bagian dalam acara tersebut. Mereka menggelar Badawang yang diiringi musik kaleng dan kompan bekas. Adapun kenapa mengangkat Badawang? Badawang adalah sosok raksasa. Kalau dalam tokoh pewayangan biasanya digambarkan dengan tokoh-tokoh punakawan dan berwatak buas. Oi mencoba memvisualisasikannya lewat sebuah wujud menyerupai raksasa atau buta. Karena, mereka merasa perkembangan kehidupan sangat-sangat begitu buas. Liar dan rakus, mampu menggeser serta memakan tradisi-tradisi yang ada, khususnya di Tasikmalaya. Pemerintah harus bisa memperhatikan, menjaga serta melestarikan nilai-nial yang terkandung dalam tradisi. Karena itu merupakan satu warisan bagi kita.
Ada satu pertanyaan yang biasanya Badawang keluar pada malam Tahun Baru, kenapa sekarang keluar siang hari? Oi menganggap ini waktu yang tepat untuk sekedar mengingatkan pemerintahan setempat dan warga masyarakat bahwasanya kehidupan dari hari ke hari makin liar dan rakus saja. Jangan sampai melindas dan memakan habis tradisi-tradisi pribumi yang ada. Bahkan harus bisa mengimbanginya.
Satu yang ingin disampaikan, menurut hemat saya, pengatur acara kurang mengantisipasi jalannya acara. Terlihat dari konsep acara yang menggelar beberpa panggung audio dan menyajikan pentas-pentas denga audio keras, hingga pendengaran pun jadi tak karuan. Kalo bisa lebih jeli lagi dalam mengatur acara sehingg tidak terjadi bentrok. Jujur saja, pendengaran kemarin itu tidak karuan.
Apakah Badawang keluar di siang hari ini merupakan bentuk peringatan atau penyadaran kepada warga masyarakat melihat situasi yang ada? Apakah bentuk dari protes atas semakin hilangnya tradisi, ataukah punya makna lain?.
Silahkan anda semua menjadi apresiatornya!!!
Tasikmalaya, 19 Oktober 2009