Hati yang Memilih, Cerpen Alba Nurul Islam

6 min read

Hati yang Memilih

Karya Alba Nurul Islam

Kala itu di bulan Mei tahun 2001, saat itu ujian semester baru saja usai dan sebagian teman ada yang pulang ke kampungnya tapi aku lebih memilih untuk tetap di asrama bersama teman-teman yang tidak pulang.

Siang itu aku sedang menonton tv, suasananya agak sepi karena banyak yang sedang pulang kampung. Tiba-tiba suara telepon berdering, saat ku angkat terdengar suara laki2 dewasa berlogat Sunda mencari adik asramaku. Aku beritahu kalau yang di carinya sedang pulkam. Akupun bertanya, “Apa ada yang mau disampaikan”?, dia menjawab “gak usah, makasih” ucapnya menolak dengan sopan. Lalu si cowok bilang kapan pulang adik asramaku ini? Aku bilang tidak tahu dan aku menyuruhnya untuk menelepon kembali beberapa hari lagi karena anak kuliah sedang masa libur.

Beberapa hari kemudian tepatnya saat aku sedang asyik menonton tv tiba- tiba telpon berbunyi, kebetulan hanya ada aku disitu spontan akupun inisiatif mengangkatnya. Aku ucapkan Halo, suara cowok kemarin lagi yang mengucap salam kemudian aku bilang , “eeh yang kemarin yaa?” (sambil tertawa kok bisa ketemu lagi dengan orang ini). Dia masih mencari temannya itu dan aku katakan masih belum pulang. Masih banyak anak-anak yang di kampung mengisi libur kuliah. Cowok itu bertanya “Siapa nama kamu?”, “Gak ah ” karena aku tidak mau memberitahu nama pada orang yang tidak aku kenal. Lantas dia bertanya lagi , “Kamu orang Jakarta ya?”. Kata ku tau dari mana? Katanya dari logatnya..

Aku tanya dia kuliah atau kerja? katanya kerja di Dept Kehutanan, (dalam hatiku waah hebat juga nih cowok). Aku tanya kuliahnya di mana, dia jawab di IPB, semua pertanyaanku di jawabnya tapi pertanyaannya yang cuma satu saja tidak aku jawab yaitu menanyakan namaku. Akhirnya selesai percakapan kami dengan di akhiri canda-canda kecil karena di bilang aku pelit tidak mau memberitahu nama.

Beberapa hari kemudian namaku dipanggil dari depan lorong kamar asrama, ” Kaaa Wiikk, telpooon”, katanya. Aku kira dari orang tuaku ternyata cowok yang kemarin, aku tanya kok bisa tahu nama ku? Katanya bilang aja mau nelpon sama anak yang dari Jakarta dan di asrama aku satu-satunya anak dari Jakarta. Akhirnya kamipun ngobrol dan bercanda walaupun tidak pernah bertemu.

Selang beberapa hari kemudian saat kuliah sudah berjalan, saat itu aku kuliah hanya 2 sks dan pukul 10.30 aku sampai di asrama. Aku duduk di ruang tv, merebahkan badanku sejenak ke kursi sender tak lama kemudian  terdengar suara ketukan pintu. Seorang laki-laki dewasa memakai seragam PNS mencari adik asrama. Dalam hati ku jangan-jangan itu cowok yang beberapa waktu lalu di telpon itu. Keluarlah Niken adik asrama ku itu, di ruang tv teman-teman pada berbisik katanya itu pacar Niken lalu ada teman sekamarku berbisik padaku katanya, “cowoknya dewasa kali ya? Coba tengok Wik”, akupun mengintip dari pintu ruang tv memantau situasi (jangan ditiru)

Niken akhirnya menemui cowok itu membawakan air putih, lalu Niken memanggil aku untuk bersalaman pada teman cowoknya itu . Duh aku gak mau tapi Niken memaksa akhirnya aku temui dan bersalaman. Dia mengenalkan diri menyebut namanya dan aku sebut namaku. Dia bilang sedang pinjam buku Toefl setelah bersalaman aku izin mau beli makan siang, eeh cowok itu bilang tidak usah repot2 sambil tertawa, akupun tertawa. Setelah aku selesai beli Nasi Padang sebelah asrama, baru mau masuk si cowok Dephut ini keluar dari ruang tamu dan kami berpapasan, katanya “pulang dulu ya?” (sambil memberikan senyum), aku balas senyumnya dan aku bilang iya.

Di bulan Juni tanggal 6 aku di beritahu Niken dan Riri mereka sekamar berdua, katanya aku diajak untuk ikut makan bareng karena Mas Ghibran si cowok Dephut itu ultah, aku malu untuk jalan dengan orang yang baru ku kenal jadi aku hanya memberinya kado kecil dadakan. Sorenya Niken membawakan ayam bakar Wong Solo katanya dari temannya Mas Ghibran. Waah kok pake dibawakan segala (bisik ku dalam hati). Malamnya Riri ke kamar bercerita tentang acara makan tadi siang mereka, Riri tanya, “Kakak mau gak sama Mas Ghibran?, Mas Ghibran kayaknya mau sama kakak”. Aku bilang tahu dari mana dia suka kakak?, katanya waktu Riri tanya mau gak sama Ka Wik? Terus Mas Ghibran bilang memang mau dia sama saya?

Aku hanya tertawa saja mendengar ceritanya, rasanya tidak mungkin karena aku saat itu sedang di jodohkan oleh keluarga mama ku.

Waktupun berjalan, beberapa hari kemudian salah satu teman asrama berteriak di ujung lorong memanggil namaku, ” Ka Wiik , ada telpon dari Mas Ghibraan”, waahh tanpa babibu lagi akupun dengan semangat 45 berjalan menghampiri sumber suara itu.  Obrolan kami hanya biasa saja tentang bagaimana cerita hari ini lalu dia mengajak jalan ke Gramedia, akupun mengiyakan.

Semuanya berjalan biasa – biasa saja, habis dari gramedia aku di ajak ke Matahari karena aku ingin ke supermarket lalu dari Matahari dia ajak ke toko buku lagi, aku pilih-pilih pulpen dan membayarnya. Dia membeli buku dan 1 majalah Nova diberikannya pada ku, aku bilang kok dibelikan, gak usah kataku. Dia bilang untuk baca2 di kamar. Dia orang yang menyenangkan, humoris, dewasa dan wawasannya luas sehingga menambah pengetahuan ku yang kurang suka membaca pengetahuan umum. Type ku banget, cowok cerdas, humoris dan penyanyang …. eeh kok semuanya ada di dia ya…. padahal baru jalan satu kali tapi kok jadi keingat – ingat terus.

Sejak saat itu dia suka menelpon ku dan suatu waktu dia datang ke asrama jam 12 siang, jam ishoma kalau di kantor. Kebetulan aku tadi masak sarden balado, aku tawari dia mau makan gak? Dia jawab boleh, dia tanya ini beli atau masak? Aku jawab masak. “Kamu pinter masak ya” ujar Mas Ghibran sambil mencicipi masakanku. aku bilang “biasa aja kok”, Diapun berkata sambil tersenyum, “rasanya seperti masakan mama ku”. Akupun jadi tersenyum malu mendengarnya.

Sepulang dari asrama dia menelpon ku dan bilang kamu sudah cantik, pintar masak lagi. Aku jawab, “kamu pintar gombal ya?”, padahal dalam hati ku berbunga2 juga.

Semakin hari kami semakin dekat walaupun ketemu langsungnya jarang karena dia kerja dan aku kuliah,  suatu waktu dia mengajak aku jalan dengan bos dan keluarganya ke Candi Muaratakus Pekanbaru. Aku bilang gak lah , aku malu kalau jalan-jalan dengan orang yang aku baru temui, aku pernah diajak ke rumah bosnya waktu itu, dia dekat dengan bosnya. Meskipun aku pernah di ajak kesana tapi aku malu kalau jalan – jalan bareng mereka. Siang hari dia menelpon, katanya kok sekarang jadi keingat kamu terus ya? Aku bilang, “kok sama ya, mungkin karena kita sering ngobrol jadinya keingat- ingat terus”, dia hanya tertawa dibalik telepon itu.

Waktupun terus berjalan, cuma 2 bulan perkenalan aku dengannya. Dia bilang, ” mau gak kamu jadi istri aku, kamu tu wanita yang sempurna, cantik, baik,  bisa masak lagi. Aku sudah capek mencari – cari lagi . Kamu mau jadi istri aku?”, ungkapnya. Aku bilang padanya aku gak boleh nikah sebelum wisuda, saat itu aku baru semester 7, katanya gpp aku tunggu kamu.

Masalah barupun muncul karena aku  sebelumnya sedang dicarikan  jodoh oleh keluarga mama ku dengan orang yang sudah mapan . Aku di suruh  pulang kampung ke rumah keluarga mama, aku orang minang dan ingin dijodohkan dengan orang minang juga. Rasanya hati ku sedih saat harus menemui calon dari pilihan keluarga mama ku tapi aku harus temui karena aku disekolahkan oleh keluarga mama ku. Kata kaka mamah ku kalau tidak suka tidak apa – apa asal ditemui dulu. Akhirnya aku bertemu dengan yang dicalonkan oleh ku, kerja di perusahaan telekomunikasi terbesar Indonesia. Orangnya tampan, cerdas tapi kelihatan sedikit sombong.  Ortunya bercerita tentang kekayaannya terus saat bercerita denganku, rasanya aku kurang sreg  karena org tua ku bukan org kaya. Yang kaya itu paman dan maktuo ku (tante). Ternyata dia setuju dengan perjodohan ini, aku bingung harus bagaimana. Terbayang bagaimana jadinya kalau aku berpisah dengan seseorang yg sudah mengisi hatiku. Walaupun Mas Ghibran PNS baru, belum punya apa – apa tapi dia punya cinta yang akan selalu menjaga dan membahagiakan ku.

Aku katakan pada maktuo ku kalau aku tdk bisa dengan calon yg dipilihkannya.

Maktuo ku sangat panik, katanya malu kalau perempuan yang membatalkan perjodohan, gak bisa dan gak boleh. Dalam hati ku kok jd begini ? Kenapa jadi “harus” padahal kemarin katanya kalau tidak jadi tidak apa- apa.

Aku pulang ke Pekanbaru, aku lanjutkan kuliah ku dan Mas Ghibran selalu membantu aku dalam menyelesaikan skripsi. Mas Ghibran tanya bagaimana dengan kemarin? Aku ceritakan semuanya, Mas Ghibran bilang lebih baik kita tidak usah ketemu lagi. Katanya aku fokus saja dengan perjodohan itu tapi knp hati ku menjadi sedih saat dia bicara spt itu.

Aku bilang aku gak bisa jauh darinya, terus dia bilang , apa? Coba kamu ulang lagi kata – kata tadi? Aku di suruh mengulang kata – kata itu lagi smpai 3x. Ya sudah kalau begitu sekarang kamu harus tegas,  fokus selesaikan skripsi lalu setelah selesai langsung ke Jakarta izin dengan papa ku. Lalu aku di ajak ke warnet, calon ku pernah memberi emailnya pd ku. Sebenarnya aku tidak mengerti mengirim pesan di email tp Mas Ghibran mengajari ku agar aku tidak memberikan harapan pada dia yang di calonkan padaku. Dia yg membuka dan lalu aku tinggal menulis pesan , intinya aku tidak bisa denganya karena latar belakang kami berbeda. Lebih baik cari yang lain saja kataku karena aku takut mengecewakan dia.

Beberapa hari kemudian aku ingin lihat jawaban pesan emailnya dan dia balas . Aku baru membaca sebentar, belum smua ku baca sama Mas Ghibran di hapus. Katanya yang penting dia sudah mengerti maksud ku, kelihatan dia cemburu. Sebenarnya ada rasa kasihan dengan orang kaya itu (calonku) tapi bagaimana lagi, cinta harus memilih mana yg bisa menenangkan hati.  Tidak sampai di sana, keluarga mama ku tau tentang ini. Waah langsung ramai, aku dimarahi saudara mamaku. Dia ngotot sekali agar aku jd dengan lelaki kaya itu, dia sudah punya mobil, rumah dan katanya kalau aku mau kuliah S2 lagi boleh. Sampai- sampai paman ku yang tengah datang ke Pekanbaru, aku di marahi kenapa bilang seperti itu? Aku di suruh kirim pesan lagi dan membatalkan ucapanku.

Aku ceritakan pada papaku, kata papa kalau kamu tidak mau ya sudah biarkan saja, fokus selesaikan kuliah lalu balik ke Jakarta. Sedangkan yang menyekolahkan aku paman paling kecil tdk prnh memaksa aku harus nikah dengan siapa. Aku sedih saat itu, aku mau minta uang buat ujian skripsipun jadi tidak enak karena aku tidak patuh dengan keinginan keluarga mama ku.  Ujian skripsiku dibayarkan Mas Ghibran karena aku sudah yakin akan menikah dengannya, rasanya sedih dengan keadaan ini tapi aku tidak mau mengorbankan sepanjang hidupku bersama dengan orang yang akupun tidak yakin apakah dia benar – benar akan mencintaiku, terlebih keluarganya hanya membahas kekayaan saja.

Tak terasa waktu bergulir begitu cepat sampai akhirnya di semester 8 aku sudah selesai dengan kuliah ku, saat wisuda aku tak ada pulang kampung. Maktuoku datang dengan perasaan yang sangat kecewa karena aku tidak patuh dengannya. Selesai wisuda aku tidak pulang ke kampung, aku takut hati ku disana bisa berubah karena harus ikut doktrin mereka.

Rasanya campur aduk. mengapa harus ada cinta yang lain saat aku menemukan cintaku? Papa selalu mendukung keputusanku dan menyetujui pilihan ku. Akhirnya akupun menikah dengan Mas Ghibran di Jakarta, mau tidak mau keluarga mama ku pun menyetujuinya walaupun dengan penuh drama tapi papa selalu mendukung ku. Saat itu Mas Ghibran memang belum punya apa-apa tapi dia punya cinta dan kasih sayang yang tulus pada ku , pada papa dan saudaraku.

 

BIODATA PENULIS

Alba Nurul Islam dilahirkan di Kota Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 21 Juli 2006. Saya anak tunggal dari pasangan Bapak Fityan Aonillah dan Ibu Dewi Anggraini. Hobby saya membaca cerita fiksi dan membuat komik. Saya memiliki nama pena yaitu Nura. Saya alumni dari TK Ar- Raihan, M.I Persis dan SMP Al-Muttaqin. Sekarang saya masih di tingkat 11 SMA Al Muttaqin. Cita – cita saya ingin menjadi guru, do’akan ya teman teman semoga bisa diterima di PTN yang saya impikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *