RAMADAN terbagi menjadi tiga fase. Fase pertama adalah fase rahmat. Yakni fase di mana penuh dengan kasih sayag Allah. Fase kedua adalah fase maghfirah, fase mendapatkan pengampunan dari Allah. Dan yang terkahir adalah fase itqu minannar, fase pembebasan dari api neraka. Dua fase ramadan telah dilewati. Bagi sebagian orang muslim keadaan ini menjadi hal yang bahagia, karena perjuangan yang selama ini telah dilakukan akan berbuah kebahagiaan yang tak terkira, mencapai kemenangan di hari yang fitri.
Tetapi, bagi sebagian muslim yang lain, ini menjadi hal yang menyedihkan. Karena bulan yang selama ini kedatangannya selalu dinanti akan segera berlalu meninggalkannya. Ramadan kali ini mungkin saja menjadi ramadan terakhir baginya. Karena memang tidak ada yang menjamin, setelah ramadan kali ini berlalu akan bertemu lagi dengan ramadan tahun depan.
Sepuluh hari terakhir bulan ramadan tinggal beberapa hari lagi. Sejak hari pertama fase ketiga ini, orang-orang muslim menyibukkan diri dengan ibadah yang lebih ditingkatkan lagi. Ibadah yang dilakukan untuk mengintai datangnya lailatul qadar, malam yang penuh dengan keutamaan malam yang lebih baik dari seribu bulan. Suatu masa di mana jarang sekali orang yang hidup selama itu dan diisi dengan ibadah di dalamnya.
Siang hari selama bulan ramadan digunakan untuk melaksanakan perintah Allah, melaksanakan puasa dengan tujuan untuk mendapatkan derajat orang-orang yang bertaqwa. Maka pada malam hari sepuluh hari terakhir bulan ramadan diisi dengan i’tikaf, menunggu datangnya lailatul qadar ini. I’tikaf sendiri dengan pengertian yang mudah difahami adalah berada dalam mesjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini berdasar pada firman Allah, “… kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa” (QS.2:187).
Terdapat berbagai macam pesan yang dapat diambil dari i’tikaf. I’tikaf hanya dilakukan di masjid. Maka pesan yang pertama adalah memakmurkan masjid. Masjid merupakan tempat ibadah umat Islam. Setiap umat islam memiliki kewajiban untuk menjaga dan melestarikannya. Masjid ini menjadi simbol kebersamaan tersendiri. Ketika melakukan shalat berjamaah misalnya. Orang-orang muslim berduyun-duyun menuju masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah. Hal ini menunjukkan kekompakan dan persatuan umat Islam yang nantinya tumbuh menjadi sebuah kekuatan.
Sebagai orang muslim, harusnya menjadikan masjid itu sebagai rumah sendiri. Seperti pada awal-awal ramadan. Berbagai kegiatan dilakukan. Tadarus, berbuka puasa bersama, shalat tarawih, i’tikap dan sebagainya. Masjid terasa ramai, dan kenyamanan hati terasa sekali. Tetapi setelah ramadan berlalu, masjid kembali sepi.
Seperti halnya ketika pergi ke luar rumah. Tentu ketika urusan sudah selesai, bayangan rumah dengan segala keteduhannya selalu dinanti. Begitu pun dengan masjid. Supaya masjid terasa menjadi rumah sendiri, maka memakmurkannya harus dengan dasar bertaqwa kepada-Nya. Menjadikan masjid selalu teringat kapan pun dan di mana pun berada. Allah berfirman, “Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih” (QS.9:108).
Mudah-mudahan dengan menjadikan masjid sebagai rumah sendiri dengan memakmurkan masjid dengan berbagai macam ibadah, i’tikaf di malam bulan ramadan, Allah memanjakan kita dengan melipatgandakan pahala, menjadikan harum aroma mulut kita di akhirat kelak dan mencapai derajat orang-orang yang dicintai Allah, derajat muttaqin.