Menyelami Kasih Ibu

1 min read

PADA suatu malam yang sunyi, dingin menyelimuti, suasana yang tepat untuk istirahat dalam mimpi, tiba-tiba keheningan terusik dengan tangisan seorang bayi, meminta untuk diperhatikan dengan setetes ASI. Kantuk tiba-tiba hilang, demi keselamatan sang buah hati, itulah sepercik perjuangan seorang Ibu.

Ibu adalah sosok yang sangat besar pengorbanannya. Di saat kandungannya ditinggali oleh buah hatinya, kasih sayangnya diberikan untuk anak yang diharapnya menjadi sosok yang berguna kelak. Waktu Sembilan bulan ia rela membawa anaknya ke sana ke mari, melindunginya. Ketika tiba saatnya melahirkan, ia berkorban antara hidup dan mati demi keselamatan sang bayi.

Perjuangannya tak henti sampai di sana. Kasih sayangnya terus berlanjut sepanjang masa. Ia rela mengorbankan apa pun demi keselamatan dan kebahagiaan sang buah hatinya.

Perjuangan dan pengorbanan ini mendapat tempat tersendiri di hadapan Allah Swt. Allah yang Maha Sempurna, Maha Rahman dan Rahim telah mewajibkan setiap anak untuk berbakti kepada orang tuanya. Perintah yang tertuang di dalam Alqur’an ini disandingkan dengan perintah untuk bertauhid.

Firman Allah, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (Al Isro’: 23).

Sungguh sangat tidak punya hati nurani. Ketika seorang anak termasuk kepada peribahasa “Air susu dibalas dengan air tuba”. Sebuah pengorbanan yang sangat besar hanya dibalas dengan perbuatan yang menyakitkan orang tua.

Seorang anak disekolahkan dengan mengeluarkan biaya yang banyak pun tidak apa, asal mendapat ilmu yang bermanfaat. Kalau perlu, segala apa yang dimiliki ia relakan untuk kebaikan sang anak, peras keringat, banting tulang tiap malam tak henti demi cita-cita sang buah hati.

Tapi, betapa sakitnya ketika perjuangan yang selama ini ia lakukan, hanya dibalas dengan air tuba. Berangkat ke sekolah dengan tujuan yang baik, malah diselewengkan dengan bermain-main, hidup foya-foya dan sebagainya. Sebuah kedurhakaan.

Rasululloh menghubungkan kedurhakaan kepada kedua orang tua dengan berbuat syirik kepada Alloh. Dalam hadits Abi Bakrah, beliau bersabda: “Maukah kalian aku beritahukan dosa yang paling besar ?” para sahabat menjawab, “Tentu.” Nabi bersabda, “(Yaitu) berbuat syirik, duraka kepada kedua orang tua.” (HR. Al Bukhori).

Kasih sayang dan perjuangan orang tua, terutama seorang ibu kepada anaknya tak terselami, berterima kasih kepadanya dengan menunjukkan perbuatan yang baik dan membuatnya merasa bangga adalah setetes bentuk terima kasih yang layak dilakukan, tak ada bandingnya dengan lautan kasih sayang seorang ibu.

Waktu masih ada, orang tua masih dapat kita temui dalam kehidupan. Marilah kita bersama memperbaiki diri, bersegera meminta maaf pada keduanya, ridla Allah tergantung pada ridla kedua orangtua. Kasih ibu, kepada beta tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia. Selamat Hari Ibu!***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *