Ramadan Bikin "Mati Suri" Pasar Minggu Dadaha

1 min read

MINGGU pagi, seperti sudah menjadi kebiasaan atau bahkan mungkin panggilan jiwa bagi sebagian masyarakat Dadaha Tasikmalaya untuk berwisata, berolahraga sekaligus berbelanja. Ya, komplek olahraga Dadaha seolah memang selalu “disulap” setiap hari Minggu menjadi sebuah pasar Tradisional. Tentu tanpa menghilangkan esensi komplek olahraga dari tempat ini.

Tentu sudah tidak aneh lagi melihat kerumunan keramaian di komplek olahraga Dadaha pada setiap Minggu pagi. Para pedagang turut ambil keuntungan dari keramaian ini. Mereka berlomba-lomba menjajakan barang dagangan mereka dan meraih keuntungan sebesar-besarnya. Dagangan mereka beragam. Mulai dari perabotan rumah tangga, buah-buahan, hingga jajanan-jajanan ringan yang siap di makan selama di perjalanan.

Jalan-jalan ke Dadaha pada Minggu pagi sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Tasikmalaya. Para pengunjung, umumnya berangkat dengan modus untuk berolahraga, berwisata dan berbelanja jajanan-jajanan yang ada di sana. Namun apa jadinya pasar Minggu Dadaha saat Ramadan tiba..?

pada bulan suci Ramadan, komplek olahraga Dadaha yang biasanya selalu terbanjiri oleh sebagian masyarakat, kini tampak sepi. Memang, di bagian dekat stadium sepakbola, beberapa pedagang dan pelanggan masih terlihat setia mondar-mandir berkeliling Dadaha. Namun tidak sebanyak biasanya. Tentu ini dipengaruhi datangnya bulan Ramadan.

Hal ini diakui oleh para pedagang di sana. Mereka mengakui, omset hasil berjualan mereka menurun semenjak Ramadan tiba. Khususnya pada hari Ahad tersebut. Menurut mereka, masyarakat saat bulan Ramadan cenderung lebih memprioritaskan waktunya untuk beristirahat ataupun beribadah. Jadi dagangan mereka yang biasanya selalu ludes diserbu para masyarakat menjadi menurun penjualannya, karena berkurangnya pelanggan yang datang ke pasar Dadaha tersebut. Ini, mereka akui, sedikit banyak berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi mereka. Jika pada biasanya mereka cukup menghabiskan waktu Minggu di pagi hari untuk menghabiskan barang dagangan mereka, kini mereka harus menghabiskan waktu hingga sore hari untuk menghabiskan barang dagangan mereka.

Selain para pedagang, para tukang parkir di Dadaha mengakui turunnya omset mereka. Biasanya kendaraan-kendaraan parkir di tempat mereka sampai sekitar 40 kendaraan, kini menurun drastis menjadi sekitar 4-5 kendaraan saja. Tentu ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi mereka.

Lantas, pantas sekiranya jika Ramadan ini di sebut “mati suri”-nya Pasar Minggu Dadaha. Omset para pengusaha yang berusaha menafkahi keluarganya di Dadaha menurun. Lantas apakah mereka menyesal dengan adanya fenomena ini..? Ternyata tidak. Dari beberapa sumber yang kami temui, semua mengaku tetap ikhlas dan bergembira dengan datangnya bulan Ramadan ini. Walaupun penghasilan agak berkurang, tapi mereka tetap ikhlas menjalaninya.

Ramadan, meskipun bulan cobaan, tapi umat Islam tetap mencintaimu. (than-QSmart)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *