Sabtu Malam, Darussalam Rasa Kairo

1 min read

SABTU (15/1) malam, Pesantren Darussalam laksana Kairo (Ibukota Mesir) Kecil. Tak perlu rasanya berangkat ke Mesir dengan biaya yang cukup mahal untuk merasakan bagaimana suasana di sana. Cukup datang dan menyaksikan bagaimana secuil keadaan kota Kairo nampak di Ranah Indah Nyiur Melambai.

Berbagai pernak pernik kota tersebut menghiasi Gedung Nadwatul Ummah Pesantren Darusalam. Hamparan gurun disertai oase yang menyejukkan nampak indah dihiasi temaram lampu yang menghiasi panggung. Perempuan bercadar sebagai ikon bangsa Arab hilir mudik melewati hamparan gurun sahara. Laki-laki berjubah yang ditutupi dengan sorban dengan gagahnya bercengkrama di atas gurun. Lailah fil Qahiroh, Semalam di Kairo.

Ini bukanlah sebuah kebetulan, tetapi ada rencana besar di dalamnya sebagai bentuk proses pembelajaran. Suasana seperti ini sengaja dibuat untuk pembiasaan berbahasa Arab. Dengan even ini diharapkan peserta yang merupakan santri MTs, MAN, SMA dan mahasiswa Institut Agama Islam Darussalam dapat mengucapkan dan berkomunikasi dengan bahasa Arab.

Melihat kebiasaan yang sudah terjadi, ketika bercengkrama menggunakan bahasa Arab, kata-kata yang keluar memang kata-kata dari Timur Tengah, akan tetapi tetap menggunakan logat Sunda. Ini tentu yang harus diperhatikan.

Selepas berjamaah isya, santri sudah berada di Gedung Nadwatul Ummah yang sudah disulap menjadi agak mirip dengan suasana Kairo. Berduyun para santri memasuki ruangan sambil mengisi absen yang sudah disediakan. Tiap kelompok berkumpul dalam rangka persiapan mengikuti acara.

Dalam kegiatan ini, semua peserta dan panitia diwajibkan menggunakan bahasa Arab sebagai pengantar. Kaidah dalam berbahasa tidak ditampilkan, yang penting mau bercuap menggunakan bahasa Arab. Pembawa Acara dan siapa pun yang tampil, bahasa Arab sebagai pengantar.

Setelah pembukaan dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, Pengasuh Pesantren Darussalam, KH. Dr. Fadlil Munawwar Manshur, MS. menyampaikan sambutan dan dilanjutkan dengan “tasliyah” santri dan dewan guru.

Berbagai tasliyah / penampilan disajikan. Kreatifitas santri diaktualisasikan dalam even ini. Mulai dari membaca puisi, drama, dan bernnyanyi, sudah pasti berbahasa Arab adalah keniscayaan.

Saeful Bahri (17), seorang santri yang juga siswa MAN Darussalam mengatakan ia sangat berkesan. “Kita dapat mengekspresikan sesuatu yang kita inginkan sebelumnya di malam lailah fil qahiroh”, jelasnya. Pada even ini ia menampilkan marawis.

Selain itu testimoni diucapkan oleh salah seorang mahasiswa IAID, Miftah Ali (22), “Saya sangat berkesan dengan acara ini, meskipun saya tidak ikut tampil, tapi saya bisa merasakannya, adat istiadat yang sesuai dengan aslinya, setidaknya dengan diadakannya acara ini pembiasaan bahasa Arab dapat bermanfaat bagi semuanya”.

Demikianlah, Lailah fil Qahirah telah dilaksanakan. Meskipun masih terdapat kekurangan, panitia berharap ke depan pelaksanaan semacam ini dapat dilaksanakan lebih meriah. Setitik asa tumbuh, semoga kegiatan ini berpengaruh besar terhadap pengembangan bahasa asing di Pesantren Darussalam.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *